Cara Membagi Warisan Orangtua

Eramuslim.com Kamis, 29/01/2009 14:51 WIB

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Saya hendak menanyakan masalah warisan orang tua saya dan saya ( anak ketiga ) menganggap ada permasalahan didalamnya yaitu :

Orangtua saya ( H. Ab ) mempunyai putri sebanyak 4 ( empat ) orang dan Putra sebanyak 2 ( dua ) orang dan semua putri dan putranya sudah menikah dan masing-masing mempunyai anak sementara ibu saya atau istri Bapak saya sudah lama meninggal dan bapak saya ( H. Ab menikah lagi dengan H. Rh dan tidak mempunyai anak.)

Bapak saya berteman baik dengan H. Al. dan H. Al mempunyai hutang ke bapak saya ( H. Ab ) dan tidak bisa membayarnya ke bapak saya. Sementara kakak pertama saya ( keluarga kakak saya ) mempunyai hutang ke H. Al dan kakak saya tidak bisa membayarnya. Perlu diketahui bahwa hutang H. Al ke Bapak saya lebih besar dari hutang kakak saya ke H. Al. Pihak H.Al akan mengambil rumah milik kakak pertama saya sehubungan dengan hutang kakak pertama saya ke H. Al. Pada saat itu orang tua saya dan kakak kedua serta adik pertama laki2 saya beserta keluarganya tinggal dirumah kakak pertama saya. Kakak kedua saya mendengar bahwa rumah kakak pertama saya hendak diambil oleh H. Al , maka kakak kedua dan saya memohon ke bapak saya agar memperhitungkan antara hutang H. Al ke Bapak saya dengan hutang kakak pertama saya ke H. Al mengingat jika rumah kakak pertama saya diambil oleh H. Al pihak keluarga saya ( bapak saya, kakak pertama dan kakak kedua saya serta adik pertama laki2 saya beserta keluarganya ) akan tinggal dimana?

Pada awalnya bapak saya tidak menyetujuinya, dan selang beberapa hari mengatakan kepada istri keduanya ( H. Rh ) bahwa keluarga kakak pertama saya tidak akan bisa membayar hutangnya ke bapak saya jika hutang kakak pertama saya diperhitungkan dengan hutang H. Al ke Bapak saya dan terakhir bapak saya mengatakan ke istri keduanya ( H. Rh ) biar dibawa mati saja hutang keluarga kakak pertama saya ke bapak saya. Beberapa hari kemudian bapak saya memanggil kakak kedua saya agar pergi ke rumah H. Al untuk memperhitungkan hutang-hutang antara hutang H.Al ke bapak saya dan hutang keluarga kakak pertama saya ke H. Al dengan disaksikan oleh suami kakak pertama saya dan keluarga H. Al dari hasil perhitungan hutang pihak H. Al masih ada sisa hutang ke bapak saya dan bersedia membayarnya dengan cara berkala pada saat itu juga kakak kedua saya menelpon bapak saya bagaimana dengan bukti-bukti hutang ini apakah dibawa pulang ? dan bapak saya menjawab musnahkan saja bukti-bukti tersebut. Selang beberapa bulan hutang H. Al ke bapak saya pun lunas. Beberapa tahun kemudian bapak saya meninggal dunia, dan istri kedua bapak saya memilih tinggal dikampung halamannya dari sinilah mulai timbul masalah2 diantara keluarga kakak kedua dan keluarga adik pertama laki-laki saya dan yang akhirnya kakak kedua saya dan adik pertama laki2 saya keluar dari rumah kakak pertama saya dan mendiami rumah saya yang baru saja saya beli . Dan saya menanyakan ke kakak kedua saya kenapa keluar dari rumah kakak pertama saya bukannya itu rumah sekarang rumah warisan. ( ini baru perkiraan dari saya saja ). Dan kakak kedua saya mengatakan tidak mau ribut2 masalah warisan karena kakak pertama saya ( keluarga kakak pertama saya ) tidak mau mengakui bahwa hutang-hutang nya telah diperhitungkan dengan hutang-hutang H. Al ke bapak saya melainkan hutang-hutang tersebut adalah hutang bapak saya.

Saya sendiri ingin mengetahui dengan jelas mengenai hutang2 tersebut dan saya bersama dengan salah satu putri dari kakak pertama saya yang telah berusia 30 th pergi ke rumah H. Al untuk menanyakan masalah hutang tersebut. Dan H. Al pun menjelaskan ke saya dan ke putri kakak pertama saya bahwa hutang2-hutang tersebut adalah hutang keluarga kakak pertama saya dan H. Al pun menjelaskan pula bahwa dengan diperhitungkannya hutang-hutang H. Al ke bapak saya dengan hutang keluarga kakak pertama saya ke H. Al , pihak H.Al masih ada sisa hutang ke bapak saya dan dibayar secara berkala dan sebelum bapak saya meninggal hutang H. Al ke bapak saya telah lunas Maka jelaslah semua persoalan hutang-hutang tersebut adalah hutang-hutang keluarga kakak pertama saya. Dan beberapa tahun kemudian H.Al Meninggal dunia.
Perlu disampaikan disini selang beberapa tahun adik pertama laki2 saya meninggal dunia dan meninggalkan satu istri, dua putri dan satu putra.

Dalam uraian diatas yang ingin saya tanyakan apakah rumah kakak pertama saya adalah rumah warisan, mohon dijelaskan sesuai dengan ajaran agama Islam berikut haditsnya dan bagaimana cara pembagiannya serta cara untuk memberitahukan ke kakak pertama saya apabila rumah tersebut termasuk rumah warisan Dari berita terakhir yang saya terima bahws kakak pertama saya berniat menjual rumah tersebut dan akan membagikannya kepada putra-putrinya ( dua putra dan dua putri ).

Dan untuk istri kedua bapak saya, bapak saya sebelum meninggal sudah merenovasi satu buah rumah ibu kedua saya dikampung halamannya.

wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
YANI

Mohon dijawab melalui email dan saya sangat mengharapkan jawabannya.

-------------------------------------------------------------------------------------------

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Yani yang dimuliakan Allah swt.. Memang permasalahan utang piutang adalah permasalahan yang sangat sensitif dan banyak membawa efek terhadap orang-orang yang berkaitan dengannya manakala sudah tidak ada amanah dan saling mempercayai diantara mereka. Karena Allah swt memerintahkan untuk menuliskan dan menghadirkan saksi sebagai bukti terjadinya utang piutang tersebut, firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ


Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al Baqoroh : 282)

Harta warisan ayah anda adalah harta yang ditinggalkannya setelah beliau meninggal dunia setelah dikurangi biaya penyelenggaraan jenazah, semua utangnya, wasiatnya—jika ada—setelah dilunasi semua utangnya. Setelah itu semua maka sisa hartanya bisa dibagikan kepada semua ahli warisnya yang masih hidup.

Dari pemaparan anda dijelaskan bahwa rumah tersebut adalah milik kakak pertama anda yang kemudian berhutang kepada ayah anda. Namun ada satu hal yang belum dijelaskan secara eksplisit tentang maksud kalimat,”dan terakhir bapak saya mengatakan ke istri keduanya (H. Rh) biar dibawa mati saja hutang keluarga kakak pertama saya ke bapak saya.” ? apakah ayah anda sudah merelakan hutang tersebut terhadapnya atau sebaliknya sehingga kakak pertama anda tetap harus melunasinya.

Terkait apakah rumah itu menjadi harta warisan ayah anda atau tidak maka :

1. Apabila ada bukti atau saksi bahwa ayah anda merelakan utang kakak pertama anda kepadanya maka utang tersebut tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap rumahnya. Sehingga rumah itu tetap menjadi miliknya dan ia bebas memperlakukan apa saja terhadap kepemilikannya itu termasuk menjual dan membagi-bagikannya kepada putra-putrinya. Firman Allah swt :

وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ


Artinya : “dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqoroh : 280)

2. Apabila ada bukti atau saksi bahwa ayah anda belum merelakan utangnya tersebut maka kakak pertama anda berkewajiban melunasinya kepada para ahli warisnya. Dan jumlah utang tersebut bisa dimasukkan kedalam harta waris ayah anda. Untuk itu anda dan saudara-saudara anda yang lain memiliki hak apakah akan menuntut pelunasannya atau merelakannya. Dan rumah itu belum tentu menjadi harta waris dari ayah anda tergantung dari cara kakak pertama anda melunasi utangnya itu. Dalilnya surat Al Baqoroh : 280 diatas.

Namun apabila tidak ditemukan bukti-bukti atau saksi-saksi, apakah ayah anda merelakannya atau sebaliknya sementara yang ada hanya perkataannya kepada istri keduanya itu saja maka permasalahan berdiri diatas sesuatu yang diyakini dan tidak diatas sesuatu yang diragukan, sebagaimana kaidah bahwa “Suatu keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan sesuatu yang masih diragukan”

Sesuatu yang disepakati bersama adalah bahwa kakak pertama anda telah berhutang kepada ayah anda sedangkan apakah uang tersebut direlakan oleh ayah anda kepada kakak pertama anda ataukah masih harus dilunasi olehnya masih menjadi sesuatu yang diragukan ?

Dengan berpegang pada kaidah diatas maka kakak pertama anda tetap dianggap berhutang dan berkewajiban untuk melunasinya kepada para ahli warisnya. Dan jika kakak pertama anda mangkir atau tidak mengakui bahwa dirinya telah berhutang dan bersikukuh untuk tidak melunasinya maka urusan ini dikembalikan kepada Allah swt terkait ketidakjujuran dan kezhalimannya.

Hal yang demikian dikarenakan tidak adanya bukti-bukti maupun saksi yang bisa digunakan oleh anda untuk menuntut pembayarannnya melalui pengadilan.
Adapun jika ayah anda memiliki harta warisan, termasuk utang yang dibayarkan kakak pertama anda maka pembagiannya adalah :

1. Istri kedua ayah anda (H. Rh) mendapat 1/8
2. Sisanya dibagikan kepada 2 anak laki-lakinya dan 4 anak perempuannya. Adik pertama laki-laki anda berhak atas warisan dikarenakan ia meninggal setelah ayah anda meninggal. Dan dikarenakan pada saat pembagian warisan dia sudah tidak ada maka bagiannya diserahkan kepada ahli warisnya yaitu 1 isteri, 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Dengan bagian anak perempuan setengah dari bagian anak laki-laki.

Didapat asal masalah dari mayit pertama (ayah anda) adalah 8 yang kemudian dikalikan dengan jumlah bagian dari 2 anak laki-laki dan 4 anak perempuan yaitu 8 sehingga 8 X 8 = 64. Pada asal masalah pertama ini bagian istri keduanya adalah 8/64, 2 anak laki-lakinya masing-masing adalah 14/64, sedangkan 4 anak perempuannya masing-masing adalah 7/64.

Kemudian 1 orang anak laki-lakinya meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris 1 isteri, 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Asal masalah dari mayit kedua (anak laki-lakinya) adalah 32. Dari asal masalah anak laki-laki yang meninggal didapat bagian isterinya (adik ipar anda) adalah 4, 1 anak laki-lakinya (keponakan laki-laki anda) adalah 14 dan 2 anak perempuan (keponakan perempuan anda) masing-masing 7.

Asal masalah keseluruhan adalah perkalian antara asal masalah dari mayat pertama dengan faktor dari 64 dan 32 yaitu 16 maka didapat 64 X 16 = 1.024. Setelah itu bagian anak laki-laki yang meninggal 224 dibagi dengan asal masalah yang kedua 32 didapat hasil 7. Angka 7 ini dikalikan dengan bagian dari seluruh ahli waris mayat kedua (anak laki-laki) sehingga didapat bagian akhir dari seluruh ahli waris adik laki-laki anda.

Dengan demikian bagian yang diterima masing-masing ahli waris adalah :
1. H. Rh mendapat bagian 128/1.024dari harta warisan
2. 1 orang anak laki-laki si mayit yang masih hidup mendapat 224/1.024.
3. 4 anak perempuannya (termasuk anda) masing-masing mendapat bagian 112/1.024
4. 1 adik ipar anda mendapat bagian 28/1.024
5. 1 keponakan laki-laki anda mendapat bagian 98/1.024
6. 2 keponakan perempuan anda masing-masing mendapat bagian 49/1.024.

Didalam menyelesaikan permasalahan yang sangat sensitif ini hendaklah anda selesaikan dengan asas kekeluargaan dan saling mengingatkan untuk saling menjauhkan diri dari prilaku zhalim dan dari memakan harta yang bukan menjadi haknya, firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا


Artyinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisaa : 29)

Wallahu A’lam


0 Responses