tag:blogger.com,1999:blog-84856599858809504182024-02-08T05:01:51.935-08:00Manhaj DakwahAzamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.comBlogger22125tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-49946547148688630602009-05-21T23:01:00.000-07:002009-05-21T23:09:36.174-07:00***** PROPOLISPROPOLIS adalah zat yg dihasilkan Lebah Dari getah tanaman yg dicampur dgn enzim dan sekresi Kelenjar air liurnya.<br /><br /> PROPOLIS digunakan lebah utk menambal sarang Dan melapis cel cel sarang lebah agar terlindung dari kuman ,virus ,bakteri ,jamur dan serangan semut dan musuh musuh lebah lainnya. Dengan adanya propolis ini maka ruangan Sel sel lebah menjadi ruangan paling streril di dunia.<br /><br />Cara kerja PROPOLIS dlm melawan Kanker, PROPOLIS mengandung zat CAPE (asam cafeic phenetyl Esther)<br /><br />Berbeda dengan kerja obat interferon yg membunuh virus juga Merusak sel sehat,sehingga pengobatan kanker seringkali Menimbulkan pengaruh buruk kpd pasien.<br /><br />Berbeda dgn PROPOLIS , zat CAPE menekan transformasi DNA-RNA virus sehingga memungkinkan virus Menjadi tidak berkembang dan merusak jaringan virus Dengan demikian virus bias lenyap tanpa merusak sel sel Jaringan tubuh pasien kanker<br /><br /> Sifat disinfektan alami PROPOLIS dibuktikan dengan Ditemukannya seekor tikus yg mati dalam sarang lebah selama lebih dari 5 tahun dlm keadaan tidak membusuk dan menjadi mumi<br /><br /> PROPOLIS sebagai antibiotic alami ,antiviral dan antifungal alami Tanpa efek samping.<br /><br /> PROPOLIS menyembuhkan penyakit yg berhubungan dgn virus Misalnya demam berdarah , Flu, TBC.<br /><br />PROPOLIS menyembuhkan penyakit yg berhubungan dgn jamur Misalnya Eksim, Panu, Keputihan, Ketombe<br /><br />PROPOLIS sebagai anti peradangan misalnya MAAG , Luka luar Radang tenggorokkan sakit gigi radang ginjal luka bakar.<br /><br />PROPOLIS sebagai anti kanker dan mutagenesis sel misalnya Kanker tumor, mioma & kista.<br /><br /><br />PROPOLIS berfungsi untuk membersihkan pembuluh darah dan menambal pembuluh darah yg bocor baik utk jantung dan stroke.<br /><br />PROPOLIS sebagai pembuang racun misalnya asam urat , Kolesterol, Trigliserin tinggi ,Diabetes melitius.<br /> <br />PROPOLIS CAIR :<br /><br />Kandungan PROPOLIS 100 %<br /><br />Pemakaian larutkan PROPOLIS pada ½ Gelas air hangat :<br /><br />3 – 5 Tetes sehari bagi org yg sehat,<br /><br />5 - 7 Tetes dua kali sehari untuk penyakit yg kronnis,<br /><br /><br /><br />Hasil riset UNIVERCITY OF COLOMBIA :<br /><br />Dalam PROPOLIS terdapat zat CAPE yang berfungsi mematikan kangker dengan pemakaian PROPOLIS secara teratur selama 6 Bulan dpt mengurangi sel kanker sebanyak 50 %.Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-88932537448811150232009-05-06T03:16:00.000-07:002009-05-06T03:18:01.582-07:00Hubungan Intim Tiap Hari, Berdosakah?warnaislam.com Rabu, 06 Mei 2009 14:43<br /><br />Pertanyaan<br />Assalamualikum. Wr. Wb<br />Ust Ahmad yang di rahmati Allah, ada beberapa pertanyaan yang saya ingin konsultasikan mengenai hubungan intim dengan isteri saya Yang:<br />1 Apakah melakukan hubungan hampir setiap hari berdosa<br />2 berhubungan yang proposanal yang sesuai dengan Al-qur'an & As sunnah seperti apa?<br />3 Kalau setelah melakukan hubungan hati iniada perasaan mentesal & gelisah kenapa<br />4 Isteri saya dalam kondisi hamil 7 bulan apakah masih layak melakukan hubungan intilm<br />Jazakalah atas jawabannya<br />Mr A<br />Jawaban<br />Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabaraktatuh, Secara hukum syariah, tidak ada larangan bagi suami untuk melakukan hubungan seksual dengan isteri sahnya, kecuali saat haidh dan nifas. Bahkan bila isteri mengalami istihadhah yang bukan haidh dan nifas, hukumnya tetap boleh dilakukan.<br />Sedangkan bila isteri dalam keadaan hamil, yang harus dijaga adalah jangan sampai mengganggu anak dalam kandungan. Hukumnya tetap halal 100%.<br />Kita tidak mendapati di dalam Quran dan sunnah, adanya larangan untuk melakukannya tiap hari, bahkan juga tidak terlarang ketika melakukannya beberapa kali dalam sehari. Secara umum, hukumnya boleh, bahkan sunnah yang mendapatkan pahala.<br />Mendapat pahala?<br />Benar, dapat pahala. Pertanyana ini juga pernah dilontarkan shahabat nabi yang keheranan, masak sih kita berenak-enak dengan isteri, bisa dapat pahala?<br />Perhatikan hadits berikut ini:<br />Rasulullah SAW bersabda, ..." Kamu mendapat pahala bila menyetubuhi isterimu." Para shahabat bertanya, "Seseorang menunaikan syahwatnya, lalu dapat pahala?" Beliau SAW menjawab, "Tidakkah kamu tahu bila seseorang melakukannya pada yang haram, bukankah dia dapat dosa? Maka kalau dia melakukannya pada yang halal, dia dapat pahala". (HR Muslim)<br />Maka perasaan bersalah sehabis berhubungan dengan isteri adalah perasaan yang tidak sesuai dengan jalan sunnah. Sebab melakukannya merupakan perintah Allah dan rasul-Nya. Yang melakukannya mendapat pahala.<br />Jangan biarkan syetan bermain dalam benak anda, denganmembisiki doktrin yang keliru serta bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW. Rasa sesal dan gelisah setelah melakukan sunnah nabi SAW berarti datang dari syetan. Sedangkan syetan adalah musuh yang terbesar buat manusia. Tutup telinga anda dari syetan dan dengarlah Quran dan sunnah.<br />Tentang proporsi yang anda tanyakan, Quran dan sunnah tidak memberikan batas maksimal dan minimal. Yang penting lakukan sesuai dengan kebutuhan anda berdua. Siapa yang butuh, berhak memintanya kepada pasangannya, bahkan meski pasangannya itu sedang tidak butuh.<br />Tetap saja pasangannya wajib melayaninya, baik dalam posisi sebagai suami maupun sebagai isteri.<br />Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabaraktatuh,<br /><br />Ahmad Sarwat, LcAzamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-43064455128337710432009-04-20T23:43:00.000-07:002009-04-20T23:46:26.301-07:00Apakah PKS Masih Dalam Gerakan Dakwah Yang Murni?<h5>www.warnaislam.com Selasa, 21 April 2009 06:03</h5> <p><span style="font-size:100%;"><b>Pertanyaan</b></span></p> <div align="justify"><p><i>Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh</i></p> <p>Ustadz, saya akhir-akhir ini agak khawatir perkembangan partai dakwah (PKS) ini yang sepertinya sudah mulai meninggalkan kaidah-kaidah syari dalam pergerakannya, dan lebih cenderung pragmatis dalam bersikap,</p> <p>Ustadz saya mencintai partai dakwah ini, saya tidak ingin partai ini mementingkan besarnya suara pemilu kemudian meninggalkan cita-cita utama menegakkan dienul islam , ustadz saya ingin tabayyun. Tolong ustadz untuk senantiasa menjaga kader-kader (pemimpin) partai ini.</p> <p>Saya tidak tahu harus ngomong ke siapa lagi</p> <p><i>Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh</i></p></div> <p><i>lukman</i></p> <p><span style="font-size:100%;"><b>Jawaban</b></span></p> <div align="justify"><p><em>Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, </em></p> <p>Pilihan berjuang lewat jalur politik terlebih dengan mendirikan partai tentu punya alasan, sekaligus juga punya konsekuensi, selain juga punya keuntungan. Buat saya, apa yang dilakukan oleh partai kecintaan anda itu adalah bagian dari ijtihad yang bersifat jama'i. Setidaknya, itu adalah ijtihad dari ke-99 anggota Majelis Syuro.</p> <p>Jadi kalau antum merasa partai kesayangan antum itu 'melenceng' dari arah perjuangannya, ada baiknya disampaikan kepada para anggota majelis syuro itu. Sebab di tangan mereka itulah sebenarnya garis kebijakan partai ditentukan.</p> <p>Dan saya yakin sekali bahwa apa yang mereka gariskan itu, sudah benar. Setidaknya menurut ukuran mereka. Mungkin garis kebijakannya itu menurut antum kurang benar, atau apalah istilahnya, akan tetapi yang harus diingat, boleh jadi cara berpikir antum dengan cara berpikir ke-99 anggota Majelis Syuro agak sedikit berbeda.</p> <p>Maka bukan pada kapasitas saya untuk 'menjaga' para kader seperti yang antum inginkan, juga bukan pada kapasitas saya untuk 'memperbaiki' arah perjuangan partai itu. Toh partai itu sudah dipimpin secara kolektif dan diawasi juga oleh Dewan Syariah, yang nota bene isinya adalah orang-orang yang dianggap mumpuni.</p> <p><strong>Pertanyaan Panas </strong></p> <p>Apakah PKS masih dalam gerakan dakwah yang murni?</p> <p>Wah, ini pertanyaan yang cukup menarik, sekaligus cukup 'panas' buat yang membaca. Saya harus ekstra hati-hati menjawabnya, agar jangan sampai maksud baik saya malah disalah-tafsirkan.</p> <p>Jadi begini, ini sekedar pandangan saya yang lemah dan kurang wawasan, silahkan dikoreksi kalau seandainya kurang berkenan. Boleh jadi saya salah.</p> <p>Sebelum saya jawab apakah PKS masih merupakan gerakan dakwah yang murni, kita harus sepakati dulu pengertian atau istilah 'gerakan dakwah yang murni'.</p> <p>Apakah yang dimaksud dengan istilah 'gerakan dakwah yang murni' menurut antum?</p> <p>Apakah maksudnya kalau berdakwah harus 100% seperti di zaman Rasullullah SAW, yang tidak ada partai, tidak ada pemilu, tidak ada sistem demokrasi?</p> <p>Ataukah yang dimaksud adalah partai dakwah itu tidak boleh menjaring suara dari orang yang belum ditarbiyah?</p> <p>Ataukah yang dimaksud adalah prilaku sebagian elit partai yang sering dibicarakan punya gaya hidup yang tidak sebagaimana gaya hidup para simpatisannya, yang umumnya masih berada di bawah garis kemiskinan?</p> <p>Kita tentu nanti akan berbeda pendapat dengan sangat kuat, hanya gara-gara beda dalam menyepakati istilah 'gerakan dakwah yang murni'.</p> <p><strong>Tidak Mirip di Zaman Nabi?</strong></p> <p>Kalau yang anda maksud dengan 'sudah bukan gerakan dakwah yang murni' adalah karena partai itu tidak sesuai dengan model dakwah di zaman Rasullullah SAW, jawabannya memang benar memang tidak murni seperti di zaman Rasulullah.</p> <p>Sebab realitas keadaan di masa Nabi SAW dengan di masa sekarang sangat jauh berbeda. Di masa Nabi, posisi beliau adalah penguasa kota Madinah secara mutlak. Di masa itu belum ada pembagian kekuasaan seperti di zaman sekarang yang menganut trias-politika model Montesque. Jalur untuk menuju ke tampuk kekuasaan tertinggi yang dilalui beliau SAW memang beda dengan zaman sekarang.</p> <p>Namun perbedaan ini semata-mata karena realitasnya berbeda. Para ulama menyebutnya dengan istilah fiqhul waqi' (fiqih realitas). Sebagaimana kita ketahui, fiqih adalah hasil ijithad dengan membandingkan antara dalil-dalil nash syar'i dengan realitas yang ada. Setiap realitas yang ada berubah entah karena tempat, waktu, atau faktor-faktor lain, maka hukum fiqihnya dapat berubah juga.</p> <p>Kalau Rasulullah SAW tidak mendirikan partai dalam perjuangan beliau, tentu bukan karena partai itu otomatis hukumnya haram. Tetapi karena memang di masa itu secara realitas, tidak ada pola berpartai. Yang berlaku adalah hubungan kesukuan dan qabilah. Bahkan untuk menyatukan suku dan qabilah itu, caranya justru dengan menikahi anak kepala suku.</p> <p><strong>Partai Terbuka?</strong></p> <p>Kalau yang antum maksud dengan sudah tidak murni lagi gerakan dakwah adalah karena partai itu membuka diri menjadi partai terbuka, memang benar juga.</p> <p>Istilah 'partai terbuka' sering dimunculkan oleh para tokoh PKS dengan pengertian bahwa orang-orang yang bukan muslim pun boleh menjadi wakil di legislatif. Jadi partai itu bukan hanya untuk umat Islam saja, melainkan juga terbuka untuk agama lain. Saudara kita dari agama lain itu bukan hanya sekedar boleh jadi anggota, tetapi juga punya hak untuk dicalonkan menjadi wakil rakyat di lembaga legislatif.</p> <p>Walaupun istilah 'partai terbuka' tidak diakui secara resmi, namun wacana ini berkembang secara cukup menyengat di kalangan tokoh-tokohnya. Tidak sedikit kalangan baik internal maupun eksternal yang cukup terperanjat dengan istilah partai terbuka itu.</p> <p>Tentu pihak PKS punya alasan untuk ini. Pertama, istilah partai terbuka itu bukan istilah resmi yang direkomendasikan oleh Majelis Syuro sebagai otoritas penentu kebijakan tertinggi. Kedua, sudah ada seruan untuk tidak menggunakan istilah partai terbuka yang diteken juga oleh kedua Dewan Syariah.</p> <p>Mungkin dahulu kenapa harus keluar istilah itu, karena untuk menjaring suara di wilayah yang mayoritas penduduknya bukan muslim. Kebijakan yang seharusnya berlaku hanya untuk wilayah sempit itu, entah bagaimana, kemudian mencuat menjadi isu nasional.</p> <p><strong>Gaya Hidup Mewah </strong></p> <p>Kalau yang dimaksud dengan 'bukan gerakan dakwah yang murni' adalah prilaku sebagian elit partai yang sering dibicarakan punya gaya hidup yang tidak sebagaimana gaya hidup para simpatisannya, tentu ini wilayah yang jauh lebih panas.</p> <p>Saya tidak bisa memberikan komentar dalam masalah ini, karena kita sudah masuk wilayah yang tidak etis untuk dibicarakan, lantaran ini sudah terkait dengan urusan kasus-kasus individu.</p> <p>Sebab Islam memang tidak mengharamkan pemeluknya untuk menjadi orang kaya. Bahkan kalau tidak ada orang kaya, siapa nanti yang bayar zakat atau pergi haji? Siapa yang akan berwakaf sebagaimana Umar bin Al-Khattab mewakafkan kebun kurmanya?</p> <p>Namun lepas dari urusan halal atau haram menjadi orang kaya, memang kita juga mengenal nilai-nilai etika dan akhlak. Kedermawanan, kemurahan hati, kesederhanaan, kewara'an dan kedekatan dengan fakir miskin adalah hal-hal yang secara psikologis akan mendekatkan diri kepada Alllah sekaligus kepada umat.</p> <p>Contoh bagaimana pola hidup sederhana Rasulullah SAW yang pernah 3 bulan tidak mengepul asap dapurnya, mungkin perlu juga direnungi. Bukan apa-apa, sementara sebagian besar umat ini masih hidup di bawah kemiskinan, rasanya kok kurang etis kalau ada elitnya secara mencolok memperlihatkan kekayaannya. Rasanya kurang terkesan dekat dengan umat kalau dalam pandangan umatnya malah terkesan pamer mobil, rumah mewah, tanah, istri baru yang cantik, dan berbagai bentuk kemewahan lain.</p> <p>Walau pun dengan husnudzdzan kita yakin bahwa semua itu didapat dengan jalan yang halal, namun secara etika memang akan menjadi lain ketika kekontrasan kaya dan miskin itu begitu nyata.</p> <p>Akan tetapi apakah sikap mewah itu membuat sebuah partai jadi dianggap sudah bukan gerakan dakwah yang murni lagi, diskusi kita rasanya akan menjadi lebih panjang.</p> <p><strong>Sama-sama Bekerja </strong></p> <p>Berpartai atau tidak berpartai, keduanya sama-sama ijtihad dakwah. Keduanya sama-sama merupakan pilihan yang tentunya didasari dengan sekian banyak dalil dan hujjah. Termasuk syuro dan diskusi panjang.</p> <p>Tetapi selama tujuannya sama, yaitu ingin membangun umat Islam dengan sepenuh perintah Allah, menegakkan keadilan, kesejahteraan, peradaban, kejayaan, kemakmuran, keamanan, keteraturan, kekuatan ekonomi, rasanya tidak layak kalau harus saling mencaci dan mencela.</p> <p>Juga tidak enak didengar oleh umat lain ketika kedua kelompok ini saling membeberkan kekuargan saudaranya, apalagi sampai masing-masing mendirikan kubu yang mana keduanya membanggakan kelompoknya.</p> <p>Ada baiknya kita berakhlaq seperti akhlaq imam mazhab, yang dengan sangat bersahajanya mengatakan bahwa pendapat dirinya benar, namun tidak menutup kemungkinan bahwa pendapat orang lain juga benar. Namanya saja ijtihad, tidak ada yang mutlak pasti benar.</p> <p>Dan saling menyalahkan atas sesama ijtihad, merupakan sikap yang tidak mungkin keluar dari sesama mujtahid. Biasanya tindakan menyalahkan ijtihad orang lain hanya dilakukan oleh muqallid, orang yang sekedar taqlid, bukan pekerjaan mujtahid.</p> <p><em>Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,<br /></em></p><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/dens/LOCALS%7E1/Temp/moz-screenshot-4.jpg" alt="" /><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/dens/LOCALS%7E1/Temp/moz-screenshot-3.jpg" alt="" /><p><strong>Ahmad Sarwat, Lc</strong></p></div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-12615380798467958772009-04-10T21:41:00.000-07:002009-04-10T21:42:13.058-07:00Tinggal di Bandung Kerja di Jakarta, Bisakah Shalat Safar?WarnaIslam.com Sabtu, 11 April 2009 04:25 <p><span style="font-size:100%;"><b>Pertanyaan</b></span></p> <div align="justify"><p><em>Assalamu'alaikum Wr. Wb.</em></p> <p>Saya tinggal di Bandung, isteri dan anak saya juga tinggal di Bandung, setiap hari senin subuh saya ke Jakarta untuk bekerja di Jakarta, dan setiap Jum'at ba'da Magrib saya kembali pulang ke Bandung.</p> <p>Pertanyaan saya, apakah selama saya di Jakarta ketika saya sholat sendiri harus sholat safar (2 rakaat) untuk shalat Dhuhur, Asar dan Isya. Atau shalat seperti biasaya, dan bagaimana ketika shalat berjamaah di Masjid.</p> <p>Demikian terima kasih atas jawabannya.</p> <p>Jazakumullah khaeran katsrian,</p> <p>Wassalamu alaikum Wr. Wb.</p></div> <p><span style="font-size:100%;"><b>Jawaban</b></span></p> <div align="justify"><p><em>Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,<br /></em><br />Jarak antara Jakarta dan Bandung dahulu 180 kilometer. Tetapi sekarang sudah berubah menjadi 120 kilometer akibat sudah dibukanya jalan tol. Waktu tempuhnya pun lumayan singkat, sekitar 1, 5 sampai 2 jam saja.</p> <p>Dari segi jarak, Jakarta Bandung tetap termasuk jarak yang suda memenuhi syarat untuk dibolehkannya shalat jama' dan qashar. Karena jarak minimal yang disimpulkan oleh para ulama adalah 4 burud atau sekitar 89 km.</p> <p>Masalahnya tinggal pada berapa lama seseorang menetap di suatu tempat dalam rangkaian safarnya. Para ulama umumnya menetapkan masa 4 hari dengan mengikuti tata cara Rasulullah SAW saat berhaji. Beliau selama 4 hari berturut-turut melakukan jama' dan qashar, terhitung sejak tanggal 9 hingga 12 Dzulhijjah.</p> <p>Maka para ulama menetapkan bahwa masa berlaku shalat jama' dan qashar untuk seorang yang menetap di suatu tempat dalam rangkaian perjalanannya adalah 4 hari.</p> <p>Kalau kita terapkan pendapat jumhur ulama ini pada diri anda, hak anda untuk melakukan shalat jama' dan qashar adalah sejak hari Senin hingga hari Kamis saja. Adapun pada hari Jumat, sudah expired dan tidak berlaku lagi. Jadi di hari Jumat, anda harus shalat dengan lengkap. </p> <p>Dan sebenarnya hanya shalat Ashar saja yang anda lakukan dengan qashar, sebab untuk Dzhuhur anda toh sudah shalat Jumat. Sedangkan shalat Maghrib dan Isya' bisa anda lakukan di perjalanan setelah anda meninggalkan kantor sebelum tiba di rumah.</p> <p><em>Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, </em></p> <p><strong>Ahmad Sarwat, Lc</strong></p></div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-3932015362964642202009-04-09T19:53:00.001-07:002009-04-09T19:53:45.103-07:00Hukum Nonton Film Porno<div class="garis-bawah"> <span style="font-weight: bold;">Eramuslim.com </span><span class="tanggal">Kamis, 09/04/2009 12:45 WIB</span> <p>assalamualaikum</p> <p>ustad saya ingin bertanya tentang hukum dari menonton film porno. Apakah itu termasuk dari dosa besar?Dan apakah itu bagian dari perbuatan zina yang sebenarnya?Apa hukumanya bagi orang yang menonton film porno?</p> <p>terima kasih</p> <p><b> a </b></p> </div> <h3 style="border-bottom: 1px solid rgb(204, 204, 204);">Jawaban</h3> <p>Waalaikumussalam Wr Wb</p> <p><strong>Apakah Nonton Film Porno Termasuk Dosa Besar?</strong></p> <p>Sesungguhnya Allah swt telah memerintahkan orang-orang beriman untuk menjaga pandangan dari melihat aurat atau kehormatan orang lain, sebagaimana firman Allah swt<br /></p> <p class="ArabCenter">قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ</p> <p class="ArabCenter">وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ<br /></p> <p>Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur : 30 – 31)</p> <p>Senada dengan ayat diatas, Nabi saw juga telah melarang seseorang melihat aurat orang lain walaupun seorang laki-laki terhadap laki-laki yang lain atau seorang wanita terhadap wanita yang lain baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat, sebagaimana sabdanya saw,”Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki (lain) dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita (lain). Janganlah seorang laki-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain dan janganlah seorang wanita berada dalam satu selimut dengan wanita lain.” (HR. Al Baihaqi)</p> <p>Didalam film-film porno, batas-batas aurat atau bahkan inti dari aurat seseorang diperlihatkan dan dipertontonkan kepada orang-orang yang tidak halal melihatnya, ini merupakan perbuatan yang diharamkan baik orang yang mempertontokan maupun yang menontonnya.</p> <p>Untuk itu tidak diperbolehkan bagi seseorang menyaksikan film porno walaupun dengan alasan belajar tentang cara-cara berhubungan atau menghilangkan kelemahan syahwatnya karena untuk alasan ini tidak mesti dengan menyaksikan film tersebut akan tetapi bisa dengan cara-cara lainnya yang didalamnya tidak ditampakkan aurat orang lain, seperti buku-buku agama yang menjelaskan tentang seks, buku-buku fiqih tentang pernikahan atau mungkin buku-buku umum tentang seks yang bebas dari penampakan aurat seseorang didalamnya.</p> <p>Meskipun tidak ada nash yang jelas yang secara tegas memberikan hukuman (hadd) kepada orang yang menyaksikan atau melihat aurat orang asing, atau melaknat maupun mengancamnya dengan siksa neraka yang bisa memasukkan perbuatan itu kedalam dosa besar seperti yang disebutkan Imam Nawawi bahwa diantara tanda-tanda dosa besar adalah wajib atasnya hadd, diancam dengan siksa neraka dan sejensnya sebagaimana disebutkan didalam Al Qur’an maupun Sunnah. Para pelakunya pun disifatkan dengan fasiq berdasarkan nash, dilaknat sebagaimana Allah swt melaknat orang yang merubah batas-batas tanah. (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi juz II hal 113)</p> <p>Atau yang disebutkan oleh Izzuddin bin Abdul Aziz bin Abdus Salam bahwa sebagian ulama mengatakan dosa-dosa besar adalah segala dosa yang disertai dengan ancaman atau hadd (hukuman) atau laknat. (Qawaidul Ahkam Fii Mashalihil Anam juz I hal 32)</p> <p>Akan tetapi apabila perbuatan itu dilakukan tanpa ada perasaan takut kepada Allah swt, penyesalan atau bahkan menyepelekannya sehingga menjadi sesuatu yang sering dilakukannya maka perbuatan itu bisa digolongkan kedalam dosa besar, sebagaimana pendapat dari Abu Hamid al Ghazali didalam “Al Basiith” bahwa batasan menyeluruh dalam hal dosa besar adalah segala kemaksiatan yang dilakukan seseorang tanpa ada perasaan takut dan penyesalan, seperti orang yang menyepelekan suatu dosa sehingga menjadi kebiasaan. Setiap penyepelean dan peremehan suatu dosa maka ia termasuk kedalam dosa besar.. (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi juz II hal 113)</p> <p>Atau disebutkan didalam suatu ungkapan bahwa suatu dosa tidaklah dikatakan kecil apabila dilakukan secara terus menerus dan suatu dosa tidaklah dikatakan besar apabila dibarengi dengan istighfar.</p> <p><strong>Menonton Film Porno Termasuk Perzinahan</strong></p> <p>Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh berkata dari Nabi saw,”Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah penglihatan, zina lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (HR. Bukhori)</p> <p>Imam Bukhori memasukan hadits ini kedalam Bab Zina Anggota Tubuh Selain Kemaluan, artinya bahwa zina tidak hanya terbatas pada apa yang dilakukan oleh kemaluan seseorang saja. Namun zina bisa dilakukan dengan mata melalui pandangan dan penglihatannya kepada sesuatu yang tidak dihalalkan, zina bisa dilakukan dengan lisannya dengan membicarakan hal-hal yang tidak benar dan zina juga bisa dilakukan dengan tangannya berupa menyentuh, memegang sesuatu yang diharamkan.<br />Ibnu Hajar menyebutkan pendapat Ibnu Bathol yaitu,”Pandangan dan pembicaraan dinamakan dengan zina dikarenakan kedua hal tersebut menuntun seseorang untuk melakukan perzinahan yang sebenarnya. Karena itu kata selanjutnya adalah “serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.” (Fathul Bari juz XI hal 28)</p> <p><strong>Adakah Hukuman Bagi Orang Yang Menontonnya</strong></p> <p>Sebagaimana disebutkan diatas bahwa tidak ada nash yang secara tegas menyebutkan bahwa orang yang melihat atau menyaksikan aurat orang lain, seperti menonton film porno ini dikenakan hukuman (hadd) akan tetapi si pelakunya harus diberikan teguran keras dan tidak ada kewajiban baginya kafarat.<br />Ibnul Qoyyim mengatakan,”Adapun teguran adalah pada setiap kemaksiatan yang tidak ada hadd (hukuman) dan juga tidak ada kafaratnya. Sesungguhnya kemaksiatan itu mencakup tiga macam :</p> <p>1. Kemaksiatan yang didalamnya ada hadd dan kafarat.<br />2. Kemaksiatan yang didalamnya hanya ada kafarat tidak ada hadd.<br />3. Kemaksiatan yang didalamnya tidak ada hadd dan tidak ada kafarat.</p> <p>Adapun contoh dari macam yang pertama adalah mencuri, minum khomr, zina dan menuduh orang berzina. Sedangkan contoh dari macam kedua adalah berjima’ pada siang hari di bulan Ramadhan, bersetubuh saat ihram.Dan contoh dari macam yang ketiga adalah menyetubuhi seorang budak yang dimiliki bersama antara dia dan orang lain, mencium orang asing dan berdua-duaan dengannya, masuk ke kamar mandi tanpa mengenakan sarung, memakan daging bangkai, darah, babi dan yang sejenisnya. (I’lamul Muwaqqi’in juz II hal 183)</p> <p>Wallahu A’lam</p>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-69802606744176097432009-03-27T00:29:00.000-07:002009-03-27T00:30:47.587-07:00Al-Quran yang Asli Ada Dimana?<span style="font-weight: bold;">WarnaIslam.com (Ust.</span><b>Ahmad Sarwat, Lc.</b><span style="font-weight: bold;">)</span> <h5>Jumat, 27 Maret 2009 11:15</h5> <p><span style="font-size:100%;"><b>Pertanyaan</b></span></p> <div align="justify"><p>Assalamu'alaikum wr. wb.</p> <p>Ustadz, saya mau bertanya, Al-Qur'an merupakan pedoman hidup bagi manusia yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Yang saya tahu bahwa Al-Qur'an yang sering kita baca merupakan tulisan seseorang. Yang jadi pertanyaan saya, Al-Qur'an yang asli yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW sekarang ada di mana? Apakah Allah SWT waktu menurunkan Al-Qur'an berbentuk buku seperti yang kita baca sekarang? Jazakallah khoiron katsiraa atas jawabannya.</p></div> <p><span style="font-size:100%;"><b>Jawaban</b></span></p> <div align="justify"><p><i>Assalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh,<br /></i></p> <p>Al-Quran yang asli tidak ada di muka bumi, sebab yang asli adalahnyadi Lauhil Mahfudz. Yang ada di muka bumi adalah hasil tulisan tangan manusia. Yaitu tulisan tangan para shahabat nabi Muhammad SAW yang mulia. Tangan mereka lah yang telah menulis ayat-ayat Al-Quran pertama kali di muka bumi, berdasarkan dikte yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.</p> <p>Sedangkan Al-Quran yang asli sudah ada jauh sebelum Allah menciptakan manusia dan alam semesta. Barulah ketika Allah SWT mengangkat nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir, sebagian demi sebagian ayat itu diturunkan. Itu pun tidak diturunkan secara urut, melainkan secara acak sesuai dengan kebutuhan yang ada saat itu.</p> <p>Namun pada saat diturunkan, Jibril menjelaskan kepada Rasulullah SAW bahwa potongan ayat yang baru dibawanya itu adalah urutan kesekian dari surat tertentu. Atau letaknya setelah ayat tertentu dan sebelum ayat tertentu.</p> <p>Ketika Rasulullah SAW menyampaikan kembali ayat-ayat yang turun kepada beliau, para shahabat lantas mencatatnya, baik di pelepah kurma, tulang, batu atau pun media lainnya. Selain itu Rasulullah SAW juga punya seorang sektetaris pribadi yang secara khusus ditugaskan untuk mencatat setiap ayat yang turun. Seperti Zaid bin Tsabit dan lainnya.</p> <p>Adapuntulisan tangan para shahabat nabi SAW itu kemudian mengalami standarisasi di zaman Khalifah Utsman bin Al-Affan. Tujuannya untuk menyamakan rasam (bentuk huruf dan tulisan), agar tidak terjadi kesalahan di kemudian hari. Dan tulisan-tulisan lainnya setelah standarisasi itu dikumpulkan lalu dibakar. Sebab umat Islam sudah punya satu mushaf standar yang telah dikerjakan oleh tim profesional. Mushaf standar inilah yang kemudian digandakan dan dikirim ke pusat-pusat peradanan Islam.</p> <p>Hingga hari ini, di musium Topkapi Istambul Turki, masih banyak peninggalan bersejarah sejak zaman nabi dan para shahabat. Namun nilainya hanya sekedar sejarah saja, tidak lagi menjadi dasar otentitas Al-Quran. Sebab kalau hanya untuk mendapatkan sumber keotentikannya, umat Islam telah memliki sebuah metode yang ilmiyah dan sangat unik serta tidak pernah dimiliki oleh agama dan bangsa manapun. Yaitu metodologi periwayatan (sanad) yang ternyata sangat luar biasa.</p> <p>Dengan adanya metodologi periwayatan sanad ini, otentifikasi sebuah naskah menjadi sangat valid. Karena bukan sekedar memastikan bahwa suatu naskah itu asli ditulis pada zaman apa, melainkan juga memastikan alur sampainya periwayatan itu sendiri. Benarkah sebuah naskah itu memang datang dari mulut nabi Muhammad SAW, ataukah hanya karangan orang-orang di sekitarnya?</p> <p>Kalau hanya dengan menggunakan studi naskah klasik (filologi), kita hanya mampu membuktikan bahwa naskah tertentu ditulis pada tahun berapa, sedangkan kepastian bahwa materi naskah itu betul-betul original atau tidak, kita tidak bisa mengetahuinya.</p> <p>Dan secara derajat periwayatan, ayat-ayat Al-Quran yang sampai kepada kita telah diriwayatkan dengan mutawatir, sehingga kepastian keshahihannya mutlak,jauh melebihi umumnya rata-rata hadits yang sampai kepada kita.</p> <p> </p> <p><i>Wallahu a'lam bish-shawab<br />Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh</i></p> <p><b>Ahmad Sarwat, Lc.</b></p></div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-53533049463586595092009-03-12T06:15:00.000-07:002009-03-12T06:17:13.263-07:00Apakah Shalat Isya Boleh Diakhirkan?<span style="font-weight: bold;"></span> <h5><span style="font-weight: bold;">warnaislam.com </span>Kamis, 12 Maret 2009 15:14</h5> <p><span style="font-size:100%;"><b>Pertanyaan</b></span></p> <div align="justify"><p><em>Assalamu'alaikum. </em></p> <p>Ustadz, saya ingin bertanya apakah kita boleh mengakhirkan shalat Isya? Jadi kita melakukan shalat isyanya setelah tidur, sekitar jam 2 atau 3 an. Niatan untuk tidur dahulu adalah agar kita bisa bangun malam untuk shalat tahajud. Karena jika belum shalat isya, tidur kita tidak 'sangat nyaman' sehingga bisa lebih mudah bangun malam.</p> <p>Saya pernah mendengar/membaca bahwa boleh diakhirkan. Tapi di satu sisi ada juga pernyataan bahwa, tidur sebelum isya adalah hal yang dibenci oleh Allah. Bagaimana, ustadz? Mohon penjelasannya. Terima<br />kasih.</p> <p><em> Wassalamu'alaikum</em></p></div> <p><i>Afifah</i></p> <p><span style="font-size:100%;"><b>Jawaban</b></span></p> <div align="justify"><p><i>Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,<br /></i><br />Benar bahwa pelaksanaan shalat Isya memang boleh diakhirkan, bahkan menurut sebagian pendapat lebih utama diakhirkan. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini:</p> <p><i>Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seandainya aku tidak memberatkan umatku, aku perintahkan mereka untuk mengakhirkan/menunda shalat Isya` hingga 1/3 malam atau setengahnya.."</i> (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmizy).</p> <p><i>Dari anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah SAW menunda shalat Isya` hingga tengah malam, kemudian barulah beliau shalat</i>. (HR Muttafaqun Alaihi).</p> <p><i>Dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Waktu shalat Isya` hingga tengah malam</i>." (HR Muslim dan Nasai).</p> <p>Para ulama sebagiannya mengatakan bahwa waktu pelaksanaan shalat Isya hingga agak larut merupakan waktu <i>mukhtar </i>(pilihan). Akan tetapi sebaiknya tidak tidur dulu sebelum shalat 'Isya'. Sebab hal ini akan beresiko terlewat, selain memang merupakan hal yang tidak disukai.</p> <p>Kalau sekedar ingin bisa bangun malam, tekniknya bukan dengan cara demikian. Tapi dengan tidur lebih cepat, kondisi badan cukup istirahat, serta bangunnya tidak terlalu malam. Mungkin setengah jam sebelum datangnya waktu shubuh sudah lumayan untuk bisa melakukan tahajjud.</p> <p>Shalat tahajjud itu yang penting bukan semata-mata lamanya, melainkan rutinnya yang perlu diperhatikan. Adalah lebih baik shalat tahajjud hanya setengah jam atau 15 menit tapi rutin setiap hari, ketimbang shalat tahajjud 3 jam tapi hanya jarang-jarang. Bukankah kita sudah tahu ungkapan <i>khairul amali dawamuhu wa in qalla </i>(sebaiknya-baik perbuatan adalah yang rutin meski hanya sedikit-sedikit)?</p> <p>Setengah jam atau 15 menit itu bisa disiasati dengan bangun lebih awal sebelum shubuh. Untuk bisa demikian, maka tidurnya jangan terlalu larut malam. Kalau bisa jam 9 malam sudah tidur, boleh dibilang sudah cukup ideal. </p> <p>Dan secara biologis, tubuh sudah cukup istirahat bila bangun jam 04:00 atau 04:15 dini hari. Dengan asumsi waktu shubuh masuk jam 04:30. Berarti tubuh anda sudah cukup istirahat selama 7 jam lamanya. Tentu sangat cukup buat mengistirahatkan tubuh yang memang juga punya hak.</p> <p>Cara begini akan jauh lebih baik, karena tubuh anda akan terasa lebih segar begitu bangun, sehingga kalau pun anda melakukan shalat tahajjud, akan lebih ringan dan konsentrasi, tidak diganggu ngantuk. Teknik ini juga jauh lebih manusiawi dari pada anda tidur larut malam, lalu 'diganggu' dengan kewajiban untuk melakukan shalat 'Isya' tengah malam dengan alasan biar bisa tahajjud.</p> <p><i>Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,</i></p> <p><b>Ahmad Sarwat, Lc.</b></p></div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-91577218370494210872009-02-19T02:46:00.000-08:002009-02-19T02:47:21.866-08:00Khatib Jumat Grogi, Jamaah Tertawa<span style="font-weight: bold;">WarnaIslam.com </span>Kamis, 19 Februari 2009 14:11 <p><span style="font-size:100%;"><b>Pertanyaan</b></span></p> <div align="justify"><p><em>Assalamu'alaikum, </em></p> <p>Ustad pengasuh yang dirahmati ALLAH, ada yang ingin kami tanyakan perihal syarat kotib jumat. Karena jumat ini di masjid kami terjadi hal yang menggelikan sekaligus agak memalukan, karena sang khotib yang ditunjuk ternyata tidak bisa mengucapkan dengan lancar rukun-rukun khutbah.</p> <p>Entah karena tidak bisa atau grogi. Jadi yang diucapkan hanya ujung-ujungnya saja. Contoh " <em>yaa ayyuhalladzi</em>...(ngga jelas).langsung..<em>muslimun</em>. Dan itu pada setiap ucapan berbahasa arab sampai ke doa juga. Sehingga membuat ada jamaah yang tertawa.</p> <p>Bagaimana hukum dari sholat jumat kami? Apakah harus dilakukan khutbah ulang? Atau seperti apa tuntunannya?</p> <p>Lebih dari itu, bagaimana solusi untuk mengatasi kekurangan umat ini? Sepertinya saat ini sangat sulit untuk mendapatkan seorang khotib yang bisa membangkitkan semangat atau minimal mengingatkan para jamaah jumat dengan baik.</p> <p>Padahal moment jumat merupakan moment terbak untuk hal tersebut, karena kaum muslimin mau dengan sukarela dan sadar datang ke masjid. Hanya saja kurang termanfaatkan dengan baik moment-moment ini.</p> <p>Demikian kami sampaikan, mohon maaf bila terlalu panjang. Atas penjelasan ustadz, kami ucapkan terimakasih.</p> <p><em>Wassalam, </em></p></div> <p><span style="font-size:100%;"><b>Jawaban</b></span></p> <div align="justify"><p><em>Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,<br /></em><br />Para ulama semua mazhab sepakat bahwa paling tidak untuk sebuah khutbah jumat itu harus terpenuhi 5 rukun. Dan kelimanya harus diucapkan dalam bahasa arab. Selebihnya, boleh digunakan bahasa yang sesuai dengan bahasa hadirin yang ikut dalam khutbah tersebut.</p> <p>Seandainya salah satu dari kellima hal itu tidak terpenuhi, maka khutbah itu tidak sah. Maka jamaah diwajibkan untuk melakukan shalat Dzhuhur dengan 4 rakaat, atau harus ada seseorang yang menyelematkan khutbah itu dengan memenuhi kelima rukunnya.</p> <p>Lalu lima rukun itu apa saja?</p> <p>1. Mengucapkan <em>hamdalah</em>.</p> <p>Seperti lafadz '<em>alhamdulillah' </em>atau '<em>innal hamda lillah'</em>. Dan sudak cukup terpenuhinya rukun pertama ini bila khatib hanya mengucapkan satu kalimat ini saja.</p> <p>2. Mengucapkan shalat kepada nabi Muhammad SAW.</p> <p>Misalnya dengan lafadz: 'a<em>sh-shalatu 'ala Muhammad</em>', atau lafadz '<em>Ushalli wa usallim 'ala nabiyi Muhammad'</em>, dan sebagainya. Cukup lafadz singkap ini diucapkan dengan benar, maka rukun yang kedua sudah terpenuhi.</p> <p>3. Berwasiat atau Memberi Nasehat</p> <p>Misalnya dengan ucapan: 'ittaqullah', yang artinya bertaqwa atau takutlah kepada Allah. Cukup satu kata ini saja, sesungguhnya rukun yang ketiga sudah terpenuhi.</p> <p>4. Membaca sepenggal dari Ayat Quran</p> <p>Misalnya, membaca potongan ayat: '<em>Qul huwallahu ahad</em>'. Sebenarnya, sepotong itu saja sudah termasuk membaca ayat Al-Quran. Dan sudah sah rukun yang keempat.</p> <p>5. Mendoakan Umat Islam</p> <p>Seperti mengucapkan: '<em>allahummaghfir lil muslimin'</em>, yang artinya, "Ya Allah, ampunilah umat Islam." Dan lafadz ini saja sudah cukup untuk memenuhi syarat yang kelima.</p> <p>Khusus rukun yang keempat dan kelima, ada perlakuan khusus. Untuk khutbah yang pertama, rukunnya adalah nomor 1, 2, 3 dan 4. Untuk khutbah kedua, rukunnya adalah nomor 1, 2, 3 dan 5. Berarti pada khutbah pertama, tidak perlu mengucapkan doa. Sedangkan pada khutbah kedua tidak perlu membaca lafadz ayat Al-Quran.</p> <p>Dari rukun khutbah di atas, maka sesungughnya untuk sebuah khutbah jumat itu bisa sah dilakukan, bisa dilakukan hanya dalam hitungan detik dan satu kali helaan nafas. Asal tahu ilmunya.</p> <p>Sebaliknya, meski sebuah khutbah disampaikan panjang dan lebar serta dalam, namu kekurangan satu rukun, khutbah itu tidak sah. Harus diulang atau berganti jadi shalat Dzhuhur.</p> <p><strong>Tanggung Jawab Takmir Masjid</strong></p> <p>Maka sah atau tidaknya sebuah khutbah jumat, selain menjadi tanggung-jawab si khatib sendiri, juga menjadi tanggung jawab takmir masjid.</p> <p>Pertama, mulai dari proses pemilihan khatib, harus diseleksi benar kefahamannya terhadap syariah, terutama dalam fiqih shalat dan khususnya shalat dan khutbah jumat. Jangan sampai takmir masjid memilih khatib yang keliru, tidak mengerti aturan dalam khutbah jumat. Akibatnya tentu fatal. Siapa yang akan menanggung dosa jamaah sekalian yang shalat jumatnya tidak sah?</p> <p>Kedua, takmir masjid harus tanggap dalam mengantisipasi keadaan. Seandainya terjadi kasus di mana khatib tidak mampu menyemprnakan rukunnya, entah karena tidak tahu atau karena tidak mampu mengucapkan dalam bahasa arab yang benar, maka harus ada seorang dari takmir yang 'menyelamatkan'.</p> <p>Sesudahnya khatib turun mimbar, dia harus naik mimbar dan berkhutbah dua kali, cukup rukunnya saja dan bisa dilakukan dalam satu helaan nafas.</p> <p>Hal seperti ini pernah kejadian di suatu instansi/ Departemen tertentu di negeri ini. Almarhum orang tua kami menceritakan hal itu, dan beliau sebagai penganggung-jawab masjid di Departemen tersebut, mau tidak mau harus naik mimbar sebelum iqamat dilantunkan, untuk menyelematkan shalat jumat para jamaah.</p> <p>Maka takmir masjid pun harus paham syariah. Bukan asal tunjuk dan asal pilih saja.</p> <p><em>Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, </em></p> <p><strong>Ahmad Sarwat, Lc</strong></p></div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-50507092071605552812009-02-15T17:22:00.001-08:002009-02-15T17:24:00.869-08:00Faedah Puasa Daud<div class="garis-bawah"> <span style="font-weight: bold;">Eramuslim.com </span><span class="tanggal">Jumat, 13/02/2009 13:23 WIB</span> <p>Assalamu'alaikum wr. wb.</p> <p>Saya mau tanya soal puasa Nabi Daud. Apa faedahnya? Bagaimana dengan dalil-dalil haditsnya.</p> <p>Wassalamu'alaikum wr. wb.</p> <p><b> Imam Syamsudin<br /></b></p><p><b>***************************************************************************************</b></p><h3 style="border-bottom: 1px solid rgb(204, 204, 204);">Jawaban</h3> <p>Waalaikumussalam Wr Wb</p> <p>Saudara Imam yang dirahmati Allah swt.</p> <p>Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin al ‘Ash bahwa dia pernah mengabari Rasulullah saw dan beliau saw pun berkata kepadanya,”Sholat yang paling disukai Allah adalah sholat Daud dan puasa yang paling disukai Allah adalah puasa Daud. Dia (Daud) tidur seperdua malam, bangun di sepertiganya, tidur lagi di seperenamnya dan berpuasa sehari serta berbuka sehari.” (HR. Bukhori)</p> <p>Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash berkata,”Aku memberitahu Rasulullah saw bahwa aku mengatakan,’Demi Allah aku akan puasa sepanjang siang dan sholat sepanjang malam seumur hidupku.’ Maka Rasulullah saw berkata kepadanya,’Apakah kamu yang mengatakan,’Demi Allah aku akan berpuasa sepanjang siang dan sholat sepanjang malam seumur hidupku.’ Aku mengatakan,’Sungguh aku yang mengatakannya.’ Beliau bersabda,’Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup untuk itu maka berpuasalah dan berbukalah, sholat malamlah dan tidurlah. Berpuasalah tiga hari dalam sebulan maka sesungguhnya suatu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat yang sepertinya dan hal itu seperti berpuasa sepanjang masa.’ Aku mengatakan,’Sesungguhnya aku sanggup melakukan yang lebih dari itu wahai Rasulullah.’ Beliau saw bersabda,’Berpuasalah sehari dan berbukalah dua hari.’ Aku mengatakan,’Sesungguhnya aku sanggup melakukan yang lebih dari itu.’ Beliau bersabda,’Berpuasalah sehari dan berbukalah sehari. Ini adalah puasa Daud dan ini puasa yang paling baik.’ Aku mengatakan,’Sesungguhnya aku sanggup melakukan yang lebih dari itu wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda,’Tidak ada yang lebih utama darinya.” (HR. Bukhori)</p> <p>Diriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa ada seorang laki-laki yang mendatangi Nabi saw dan berkata,”Wahai Rasulullah bagaimana anda berpuasa?’ maka Rasulullah saw pun marah terhadap perkataan oang itu. Tatkala Umar melihat hal itu, dia berkata,’Kami telah rela Allah sebagai Tuhan kami, islam sebagai agama kami dan Muhammad sebagai nabi kami. Kami berlindung kepada Allah dari kemarahan Allah da kemarahan Rasul-Nya.’ Kemudian orang itu berkata,’Wahai Rasulullah bagai dengan orang yang berpuasa sepanjang masa?’ Beliau bersabda,’Tidak ada puasa dan tidak ada berbuka.’—Musaddad berkata (terhadap kalimat ini),”Tidak berpuasa dan tidak pula berbuka.’ Atau,’tidak berpuasa dan tidak berbuka.’ disini Ghoilan merasa ragu—. Orang itu berkata lagi,’Wahai Rasulullah bagaimana dengan orang yang berpuasa dua hari dan berbuka sehari?’ beliau saw bersabda,’adakah orang yang menyaggupi hal itu?’ Orang itu berkata,’Wahai Rasulullah bagaimana dengan orang yang berpuasa sehari dan berbuka sehari.’ Beliau saw menjawab,’itu adalah puasa Daud.’ Orang itu berkata,’Wahai Rasulullah bagaimana dengan orang yang berpuasa sehari dan berbuka dua hari.’ Dia berkata lagi,’aku berharap bahwa aku menyanggupinya.’ Kemudian Rasulullah saw bersabda,’(berpuasa) tiga hari dalam sebulan dan dari ramadhan hingga ramadhan maka ini (sama) dengan berpuasa sepanjang masa. Berpuasa pada hari arafah dan aku meyakini bahwa disisi Allah hal ini akan menghapuskan (dosa) setahun sebelumnya.” (HR. Abu Daud)</p> <p>Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa hadits ini adalah nash tentang berpuasa sehari dan berbuka sehari lebih utama dari berpuasa sepanjang masa. Dan seandainya berpuasa sepanjang masa itu disyariatkan dan dianjurkan maka pasti ia akan banyak dilakukan sehingga menjadi yang paling utama..</p> <p>Beliau juga mengatakan bahwa Rasulullah saw telah mengabarkan,”Bahwa puasa yang disukai Allah adalah puasa Daud dan sholat malam yang disukai Allah adalah sholat malam Daud.’ Dan beliau saw mengabarkannya sekaligus kemudian beliau saw menafsirkannya,”Dia (Daud) tidur seperdua malam, bangun pada sepertiganya, dan tidur lagi pada seperenamnya. Dia berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR. Bukhori Muslim).</p> <p>Hadits ini menjelaskan bahwa Allah menyukainya karena sifat ibadah tersebut. Di sela-sela puasa dan sholat malamnya terdapat istirahat yang dengannya akan menguatkan badan dan membantunya untuk menunaikan hak-haknya. (Aunul Ma’bud juz VII hal 56)</p> <p>Al Hafizh mengatakan bahwa sekelompok ulama termasuk al Mutawalli dari madzhab Syafi’i berpendapat bahwa puasa Daud lebih utama adalah sesuatu yang tampak jelas didalam hadits tersebut. Dan dari segi artinya juga menunjukkan hal demikian karena puasa sepanjang masa terkadang mengabaikan berbagai hak-haknya dan siapa yang terbiasa dengannya maka ia akan memberatkannya bahkan melemahkan keinginannya untuk makan, tidak terlalu berminat untuk memenuhi kebutuhannya akan makanan dan minuman di siang hari dan akan memenuhi kebutuhan makan dan minumnya di malam hari sehingga menambah kebiasaan baru yang berbeda dengan orang yang puasa sehari dan berbuka sehari karena puasa ini memindahkannya dari berbuka kepada puasa dan dari berpuasa kepada berbuka. (Tuhfatul Ahwadzi juz III hal 312)</p> <p>Adapun faedah dari puasa Daud tidaklah berbeda dengan faedah dari puasa-puasa lainnya sebagaiman telah banyak dibahas dan dikaji oleh banyak pakar kesehatan yang bersumber dari hadits Rasulullah saw,”Berpuasalah kalian maka kalian (akan) sehat.” (HR. Thabrani)</p> <p>Sedangkan keutamaannya, sebagaimana diutarakan oleh Rasulullah saw bahwa puasa Daud adalah puasa yang paling utama. Ia lebih utama dari pada puasa tiga hari dalam sebulan yang pahalanya seperti puasa sepanjang masa. Ia lebih utama juga dari puasa arafah yang ganjarannya adalah dihapuskan seluruh dosa kecilnya selama setahun sebelumnya. Meskipun tidak dijelaskan secara definif didalam hadits-haditsnya tentang ganjaran yang Allah sediakan bagi orang yang melakukan puasa Daud ini.</p> <p>Wallahu A’lam.</p> </div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-43967149801005699282009-02-10T22:09:00.001-08:002009-02-10T22:09:36.689-08:00Isteri Haidh, Bolehkan Anal Seks?<span style="font-weight: bold;">Eramuslim.com </span>Rabu, 11 Februari 2009 11:24 <p><span style="font-size:100%;"><b>Pertanyaan</b></span></p> <div align="justify"><p>Saya membaca satu artikel yang memboleh bersenggama dengan isteri semasa haid melalui anus dan hukumnya makruh. Mohon ustaz ulas apakah ini benar, sekiranya benar apa nasnya?</p></div> <p><i>rie</i></p> <p><span style="font-size:100%;"><b>Jawaban</b></span></p> <div align="justify"><p>Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,</p> <p>Nash yang ada justru menyatakan bahwa seks lewat anus (anal) hukumnya haram, bukan makruh seperti yang ditulis dalam artikel itu. Bahkan bukan sekedar haram, tetapi mandapat laknat dari Allah SWT.</p> <p><em>Terlaknatlah orang yang mendatangi isteri dari duburnya (melakukan anal seks) </em>(HR Ahmad)</p> <p>Namun bukan berarti hasrat seorang suami jadi tidak ada penyalurannya saat isteri haidh. Yang diharamkan adalah melakukan penestrasi, sedangkan percumbuan yang tidak sampai terjadinya hal itu tetap dibolehkan, bahkan dilakukan oleh Rasulullah SAW dan isterinya saat mendapat haidh.</p> <p>Sebagaimana penjelasan dari Aisyah ra tentang hal itu</p> <p><em>Dari Aisyah ra berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan aku untuk memakain sarung, beliau mencumbuku sedangkan aku dalam keadaan datang haidh."</em> (HR Muslim)`.</p> <p>Wanita yang sedang mendapat haid haram bersetubuh dengan suaminya. Keharamannya ditetapkan oleh Al-Quran Al-Kariem berikut ini:</p> <p><em>Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: `Haidh itu adalah suatu kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri</em>.(QS. Al-baqarah:222)</p> <p>Yang dimaksud dengan menjauhi mereka adalah tidak menyetubuhinya.</p> <p>Azhab Hanabilah membolehkan mencumbu wanita yang sedang haid pada bagian tubuh selain antara pusar dan lutut atau selama tidak terjadi persetubuhan. Hal itu didasari oleh sabda Rasulullah SAW ketika beliau ditanya tentang hukum mencumbui wanita yang sedang haid maka beliau menjawab:</p> <p><em>Dari Anas ra bahwa Orang yahudi bisa para wanita mereka mendapat haidh, tidak memberikan makanan. Rasulullah SAW bersabda, "Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan."</em> (HR Muslim)`.</p> <p>Keharaman menyetubuhi wanita yang sedang haid ini tetap belangsung sampai wanita tersebut selesai dari haid dan selesai mandinya. Tidak cukup hanya selesai haid saja tetapi juga mandinya.</p> <p>Sebab di dalam al-Baqarah ayat 222 itu Allah menyebutkan bahwa wanita haid itu haram disetubuhi sampai mereka menjadi suci dan menjadi suci itu bukan sekedar berhentinya darah namun harus dengan mandi janabah, itu adalah pendapat al-Malikiyah dan as Syafi`iyah serta al-Hanafiyah.</p> <p><em>Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,<br /></em><br /><strong>Ahmad Sarwat, Lc</strong></p></div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-10651520000052514612009-02-06T03:27:00.000-08:002009-02-06T03:31:35.571-08:00Misteri pasukan NATO di Afghan berjumlah 70 ribu?<a style="background: transparent url(/img/icon/print.gif) no-repeat scroll 0% 0%; -moz-background-clip: -moz-initial; -moz-background-origin: -moz-initial; -moz-background-inline-policy: -moz-initial; padding-left: 20px;" href="javascript:print();"></a><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: bold;">Eramuslim.com </span><span class="tanggal">Jumat, 06/02/2009 15:37 WIB</span></div> <div class="garis-bawah"> <p>Beberapa waktu lalu NATO mengumumkan akan menambah pasukannya di Afganistan sehingga TOTAL akan berjumlah 70.000 pasukan. Kira-kira apa ada hubungannya dengan kemunculan Al Mahdi yang disalah satu hadist mengatakan Dajjal akan diikuti oleh 70.000 pasukan? Juga dalam hadist ttg kemunculan Al Mahdi mengatakan akan ada bendera Hitam... apa itu bendera TALIBAN.... mohon dianalisa fenomena ini Pak Ridzki...???</p> <p><b> Abu Rifqi </b></p> </div> <h3 style="border-bottom: 1px solid rgb(204, 204, 204);">Jawaban</h3> <p><i style="">Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh,</i></p> <p class="MsoNormal">Abu Rifqi yang dirahmati Allah SWT, perkembangan demi perkembangan yang terjadi di dunia kita sekarang ini memang sangat menarik sekaligus mendebarkan, karena seringkali bersesuaian dengan hadits-hadits Rasulullah SAW tentang hari akhir. Islam adalah agama akhir zaman, sebab itu umat Islam juga disebut sebagai umat akhir zaman. Sekarang ini, kita semua sudah memasuki akhir zaman. Hanya saja, kita semua tidak ada yang tahu kapan pastinya itu. Hanya Allah SWT yang Maha Tahu Segala Sesuatunya.</p> <p class="MsoNormal">Informasi jika NATO akan menambah jumlah pasukannya di Afghanistan sehingga totalnya mencapai angka 70.000 personil, angka ini memang menarik karena di dalam berbagai riwayat tentang hari akhir sekurangnya ada dua kejadian yang melibatkan pasukan sejumlah 70.000 personil.</p> <p class="MsoNormal"><b style=""><i style="">Pertama</i></b><i style="">,</i> angka tersebut merujuk pada jumlah personil pasukan Bani Ishaq (Ibnu Katsir dalam <i style="">An-Nihayah fil Fitan Wal Malahim</i> menyatakan mereka adalah keturunan dari Al-Ish bin Ishaq a.s. bin Ibrahim a.s.) yang membebaskan Konstantinopel, ibukota Turki Sekuler. Pembebasan ini tidak melalui peperangan dengan senjata api dan mesiu, tapi hanya dengan takbir dan tahlil.</p> <p class="MsoNormal">Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kalian pernah mendengar tentang suatu kota yang terletak sebagiannya di darat dan sebagiannya di laut? Mereka (para sahabat) menjawab, “Pernah wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: Tidak terjadi hari kiamat, sehingga ia diserang oleh 70.000 orang dari Bani Ishaq. Ketika mereka elah sampai di sana, maka mereka pun memasukinya. Mereka tidaklah berperang dengan senjata dan tidak melepaskan satu panah pun. Mereka hanya berkata<i style=""> Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar</i>, maka jatuhlah salah satu bagian dari kota itu. Berkata Tsaur (perawi hadits): Saya tidak tahu kecuali hal ini; hanya dikatakan oleh pasukan yang berada di laut. Kemudian mereka berkata yang kedua kalinya <i style="">Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar</i>, maka jatuh pula sebagian yang lain (darat). Kemudian mereka berkata lagi <i style="">Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar</i>, maka terbukalah semua bagian kota itu. Lalu mereka pun memasukinya. Ketika mereka sedang membagi-bagikan harta rampasan perang, tiba-tiba datanglah seseorang (setan) seraya berteriak: Sesungguhnya dajjal telah keluar. Kemudian mereka meninggalkan segala sesuatu dan kembali.” (HR. Ahmad).</p> <p class="MsoNormal"><b style=""><i style="">Kedua</i></b>, angka 70.000 juga disebutkan sebagai jumlah pasukan Yahudi yang mendampingi Dajjal. Berbagai riwayat menyatakan, ketika Dajjal keluar akan banyak manusia yang lemah iman, yang terbiasa berkompromi dengan kezaliman dan kejahatan dunia, yang telah terlena kenikmatan kehidupan dunia, serta yang tidak pernah mempelajari tentang ciri-cirinya, akan tertipu dan menjadi pengikutnya. Mereka akan menyangka Dajjal sebagai Ratu Adil yang diberi berbagai kelebihan dan daya magis. Walau banyak pengikut, namun Dajjal memiliki pasukan pengawal ini yang terdiri dari orang-orang Yahudi Asbahan, yang berasal dari kampung Yahudi di wilayah antara Persia dengan Rusia.</p> <p class="MsoNormal">Rasulullah SAW bersabda, “Dajjal akan diikuti oleh orang-orang Yahudi Asbahan sebanyak 70.000 orang yang mengenakan jubah tiada berjahit.” (<i style="">Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyratis Sa’ah, Bab Fi Baqiyyah Min Ahaadiitsid Dajjal 18: 85-86</i>).</p> <p class="MsoNormal">Lalu apakah pasukan NATO itu pasukannya Dajjal sebagaimana dimaksudkan dalam hadits hari akhir? Apakah bendera hitam itu dinisbahkan kepada Thaliban atau Al-Qaeda? <em>Wallahu'alam</em>. Tidak seorang pun yang bisa memastikan. </p> <p class="MsoNormal">Saat ini, sedikit banyak telah muncul berbagai peristiwa yang telah diprediksikan Rasulullah SAW beberapa abad silam sebagai tanda-tanda datangnya hari akhir. Hari akhir adalah hari yang pasti datangnya, sebagaimana kematian yang pasti mendatangi setiap jiwa yang hidup. Inilah hari-hari di mana kita hidup di dalamnya. Tidak ada yang bisa manusia usahakan untuk menghadapi hari yang pasti ini selain sadar untuk kembali kepada fitrahnya dan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi hari akhir. <i style="">Wallahu’alam bishawab</i>.</p> <p class="MsoNormal"><i style="">Wassalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh </i></p>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-54170224852516757462009-02-05T23:42:00.000-08:002009-02-05T23:45:26.575-08:00Sejarah Islam Penuh Darah?<span style="font-weight: bold;">WarnaIslam.com </span>Jumat, 06 Februari 2009 04:21 <p><span style="font-size:100%;"><b>Pertanyaan</b></span></p> <div align="justify"><p>Pa Ustad, pertanyaan saya begini.</p> <p>Ada sebagian kaum Islam, terutama dari mazhab syiah, yang mengatakan bahwa kita seperti meninggalkan sejarah Islam kita, yang--menurut kaum mazhab syiah tadi--mempengaruhi syariat Islam yang kita pegang dan amalkan sekarang.</p> <p>Contohnya, kasus "pembantaian keluarga suci Nabi" di perang karbala. Kaum syiah berpendapat bahwa perang ini adalah perang kaum non-syiah (dari kaum Bani Umayyah) terhadap ahlul bait yang--menurut mereka--sudah dipilih Allah untuk meneruskan Risalah Nabi.</p> <p>Dan mereka-mereka yang diam, tidak bersedih, dan tidak membela ahlul bait sampai bahkan memilih mazhab lain selain syiah tidak termasuk ke dalam golongan umat Nabi Muhammad yang akan mendapat syafaat dan kebahagiaan di akhirat nanti. <em>Naudzu billahi min dzalik.</em></p> <p><em>Wallahu alam bissawab</em>. Mohon penjelasan Pa Ustad. Terima kasih.</p></div> <p><span style="font-size:100%;"><b>Jawaban</b></span></p> <div align="justify"><p><em>Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,<br /></em><br />Tidak benar bahwa sejarah Islam dikatakan berdarah-darah. Apalagi kalau dibandingkan dengan sejarah peradaban lain, justru sejarah Islam adalah sejarah paling suci. Bahwa ada korban jiwa karena suatu tragedi dan konflik horiontal di tengah sebuah fitnah, tentu amat wajar terjadi. Di semua peradaban dan masyarakat, korban-korban konflik pasti ada.</p> <p>Tetapi sekali lagi, kita tidak bisa menyebut bahwa sejarah Islam itu berdarah-darah, sehingga kita lantas malu dengan sejarah kita sendiri. Yang menyebut hal-hal negatif seperti itu tidak lain adalah musuh-musuh Islam yang pada dasarnya punya kepentingan serta niat buruk terhadap Islam.</p> <p>Kalau kita lihat sejarah dunia dengan kaca mata yang jujur, objektif dan ilmiyah, sesungguhnya kita akan mendapatkan fakta-fakta yang akan membuat kita justru bangga dengan sejarah kita sendiri.</p> <p>Sejarah Islam adalah sejarah paling manusiawi dibandingkan dengan sejarah hitamRusia, di mana untuk mewujudkan komunisme, telah terbunuh 19 juta orang. Setelah komunisme berkuasa, telah terhukum secara keji sekitar 2 juta orang dan sekitar 4 atau 5 juta orang diusir dari Rusia. Konflik dan fitnah di masa shahabat hanya melibatkan beberapa gelintir orang yang masih perlu penelitian ulang secara mendasar.</p> <p>Sejarah Islam jauh lebih manusiawi dibandingkansemua pembantaian orang-orang kulit hitam di Amerika dan Afrika Selatan. Sejarah Islam juga jauh lebih manusiawi dibandingkan pembantaian suku bangsa Indian oleh koboi Amerika.</p> <p>Sejarah Islam masih jauh lebih manusiawi dibandingkanpembantaian suku Aborigin di Australia. Sejarah Islam tetap jauh lebih manusiawi dibandingkanpembantaian rakyat vietnam oleh tentara Amerika.</p> <p>Sejarah Islam nyatanya jauh lebih manusiawi dibandingkanpeledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.</p> <p>Sejarah Islam senantiasa jauh lebih manusiawi dibandingkanpembantaian muslim Bosnia dan Kosovo oleh Serbia. Sejarah Islam jauh lebih manusiawi dibandingkanpembantaian terhadap Muslim India. Sejarah Islam jauh lebih manusiawi dibandingkanbom atom dan bom. Sejarah Islam jauh lebih manusiawi dibandingkan perang dunia?</p> <p><strong>Fitnah dan Konflik Politik di Masa Shahabat</strong></p> <p>Bahwa ada konflik dan pembunuhan di Karbala, memang sudah fakta. Sejarah tidak mungkin ditutup-tutupi.</p> <p>Namun yang jadi masalah, bagaimana cara kita memandang masalah itu serta menganalisanya. Dan pada celah kecil inilah sesungguhnya para orientalis barat yang benci kepada umat Islam bisa memainkan opini. Bahkan mengaduk-aduk perasaan umat Islam, untuk selanjutnya menanamkan benih-benih perpecahan, kebencian serta pertikaian yang tidak jelas ujung pangkalnya di tengah umat Islam.</p> <p>Tentu saja tidak benar kalau konflik itu disebut-sebut sebagai perang antara pendukung ahlul bait dan anti ahlul bait. Analisa seperti itu jelas tidak ada dasarnya dan keliru fatal. Mengingat tidak ada seorang dari para shahabat nabi di masa itu yang membenci Nabi Muhammad SAW dan keluarganya. Sebab semua dalil mewajibkannya.</p> <p>Yang sesungguhnya terjadi sesungguhnya adalah fitnah yang meledak-ledak sehingga menimbulkan kealpaan, di mana terkadang informasi yang keliru serta kesimpang-siuran berita dengan belitan provokasi dari musuh-musuh Islam, sempat sedikit mengganggu hubungan mesra antara para shahabat dan juga di kalangan para tabi'in di kala itu.</p> <p>Akan tetapi semua konflik internal yang amat manusiawi itu berhasil diselesaikan dengan amat baik dan cerdas. Sehingga masalahnya sudah selesai sejak masa itu. Kita tidak perlu lagi menggali kubur yang sudah lama ditanam. Biarlah mereka beristirahat dengan tenang menikmati amal shalih mereka.</p> <p>Mereka itu tidak sama dengan para maniak politik di zaman kita, yang menghalalkan segala cara. Mereka adalah generasi terbaik yang pernah ada di muka bumi. Mereka memang tidak kebal konflik sebagaimana semua makhluk ciptaan Allah pasti mengalaminya. Namun parashahabat adalah generasi yang langsung dibina oleh tangan Rasulullah SAW sendiri.</p> <p><strong>Apa Persoalan Mendasar Sunnah Syiah?</strong></p> <p>Kalau kita amati konflik sunnah syiah yang sudah menumpahkan darah di mana-mana, kita jadi bertanya, apa sih sesungguhnya yang membuat seorang muslim tega membunuh saudaranya yang muslim?</p> <p>Apakah lantaran masa lalu sejarah yang sampai hari ini masih harus terus menerus ditimbulkan terus? Apakah peristiwa fitnah itu masih harus diperpanjang lagi pada generasi berikutnya?</p> <p>Sesungguhnya kalau kita mau jujur, konflik syiah sunnah pada dasarnya bukan terletak pada masalah aqidah atau pun masalah syariah, melainkan masalah kepentingan terpendam dari musuh-musuh Islam yang paham betul bahwa salah satu titik kelemahan umat Islam adalah konflik ini.</p> <p>Lalu mereka mencari pembenaran-pembenaran dengan merekayasa analisa sejarah, sambil terus menghidupkan ketegangan dan perbedaan di tubuh umat Islam. Kalau boleh kami katakan terus terang bahwa konflik sunnah syiah tidak pernah sepi dari tangan-tangan ghaib yang ikut menggali kubur buat kebangkitan umat Islam.</p> <p>Persoalan perbedaan aqidah antara syiah dan sunnah seolah menjadi tema utama, padahal antara keduanya banyak persamaan, bahkan dalam masalah aqidah sekalipun. Memang ada kelompok syiah yang sesat dan telah keluar dari aqidah Islam yang shahih, itu pun telah disepakati oleh kalangan mayoritas syiah sendiri. Sebagaimana juga banyak di kalangan sunnah sendiri pun ada juga yang aliran aqidah yang menyimpang dan diamini oleh mayoritas sunni.</p> <p>Dan halaman ini rasanya bukan tempat yang cukup untuk membahas lebih dalam tentang hubungan syiah sunnah. Tetapi cukup kita katakan bahwa sejarah Islam tidak seburuk yang kita baca dari musuh-musuh Islam.</p> <p><em>Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, </em></p> <p><strong>Ahmad Sarwat, Lc</strong></p></div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-40179484811129764162009-02-05T23:41:00.000-08:002009-02-05T23:46:00.482-08:00Benarkah Maulid Nabi Bukan dari Madzhab Syafi'i?<span style="font-weight: bold;">WarnaIslam</span><span style="font-weight: bold;">.com </span>Jumat, 06 Februari 2009 10:35 <p><span style="font-size:100%;"><b>Pertanyaan</b></span></p> <div align="justify"><p><em>Assalamu'alaikum, ,</em></p> <p>Saya telah mengikuti pembahasan al-ustadz mengenai madzhab As Syafi'i, dan di situ tertera bahwa salah satu tradisi seperti Maulid Nabi bukan tuntutan dari madzhab As Syafi'i, nah muncul pertanyaan dalam hati saya, benarkah seperti itu?</p> <p>Berikut sedikit kutipan yang saya ambil mengenai perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW,</p> <p><strong>Jazakallah</strong></p> <p>Ibnu Hajar al-Haitami berpendapat bahwa berdiri saat diba' adalah bid'ah yang tidak ada tendensinya sama sekali dalam Islam, Hal ini dikerjakan oleh masyarakat umum tiada lain hanya mengagungkan kepada nabi sehingga meskipun bid'ah tapi bid'ah hasanah.</p> <p>Berkata al-halabi dalam kitab sirah:</p> <p>"telah dikabarkan bahwa dihadapan imam subki pada suatu kali berkumpul banyak ulama ulama pada zaman itu, kemudian salah seorang dari mereka membaca perkataan Sharsari dalam memuji nabi, pada ketika itu Imam subki dan sekalian ulama yang hadir BERDIRI serempak menghormati nabi"</p> <p>(I'anantut Thalibin Juz III/hal 364)</p> <p>Imam Taqiyudin Subki adalah seorang ulama besar dalam mazhab syafii juga pengarang kitab "Takmilah al-Majmu" sambungan dari kitab "Al-Majmu syarah Muhadzab" by Imam nawawi.</p> <p>Mahabbatul Muslim</p></div> <p><i>Mukhsin</i></p> <p><span style="font-size:100%;"><b>Jawaban</b></span></p> <div align="justify"><p><em>Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,<br /></em><br />Apa yang anda kutip dari kitab I'anatut Talibin itu sesungguhnya tidak serta merta mewakili pendapat mazhab As-Syafi'i bahwa hal itu menjadi tuntunan dan tuntutan (kewajiban) untuk merayakan haflah (pesta) peringatan kelahiran nabi Muhammad SAW setiap tahun.</p> <p>Perkara merayakan pesta maulid nabi disikapi dengan cara yang berbeda-beda oleh para ulama. Mulai dari yang membolehkannya, atau memakruhkannya, hingga yang menganjurkannya.</p> <p>Semua kembali kepada konteks dan kepentingannya, yang sangat tergantung dari kondisi sosial politik di masa masing-masing ulama.</p> <p>Sebagai sebuah mazhab besar, tidak ada pernyataan resmi dari mazhab As-Syafi'i bahwa perayaan haflah maulid nabi Muhammad SAW tiap tahun sebagai sebuah kewajiban yang harus dijalankan secara rutin.</p> <p>Kita tidak akan menemukan di dalam kitab-kitab fiqih As-Syafi'iyah yang induk dan muktabar lafadz yang menyebutkan bahwa: peringatan maulid nabi hukumnya wajib atau sunnah serta harus selalu dirayakan setiap tahun oleh orang beriman.</p> <p>Lafadz seperti itu juga tidak kita temukan di dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab atau pun kitab 'terusannya'. Bahwa Imam As-Subki dan ulama lainnya berdiri pada saat itu, tidak lantas bisa dijadikan pendapat resmi mahab As-Syafi'i bahwa maulid itu wajib dikerjakan.</p> <p>Paling tidak, kita bisa menyimpulkan bahwa sebagian dari ulama yang bermazhab As-Syafi'i telah melakukan penghormatan kepada nabi Muhammad SAW dengan cara berdiri saat syair tentang beliau dibacakan. Dan bahwa sebagian dari mereka tidak mengharamkan perayaan maulid nabi dengan bentuk demikian.</p> <p><em>Wallahu a'lam bishshawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, </em></p> <p><strong>Ahmad Sarwat, Lc</strong></p></div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-33581262165071497662009-02-02T20:43:00.000-08:002009-02-02T20:45:25.266-08:00Khusyu'' Saat Tilawah Al-Quran<span style="font-weight: bold;"></span><span style="font-weight: bold;">WarnaIslam.com </span>Kamis, 01 Januari 2009 <p><span style="font-size:100%;"><b>Pertanyaan</b></span></p> <div align="justify"><p><em>Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh</em></p> <p>Afwan ustadz mohon sarannya, bagaimana cara yang efektif agar ketika tilawah hati kita benar -benar hadir dan khusyu' ..</p> <p><em>Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh</em></p></div> <p><i>nia</i></p> <p><span style="font-size:100%;"><b>Jawaban</b></span></p> <div><i>Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi wabarakatuh</i></div> <p> </p> <p>Cinta kepada Al-Quran adalah kunci utama untuk dapat mentadaburi Al-Quran, karena cinta itu tidak akan lepas dengan masalah hati. Dan hati itu adalah satu 'perangkat' yang memiliki hubungan yang erat untuk bisa memahami Al-Quran. Hati kita ada di dalam genggaman Allah SWT, hanya Dia yang Maha mampu membolak-balikan hati kita. Karena kita sebagai hamba-Nya sangat membutuhkan hidayah dan bimbingan-Nya agar Dia membukakan hati kita ini untuk bisa 'menyantap' nikmatnya hidangan Al-Quran ini.</p> <div> </div> <p>Kemudian kita juga harus menyadari, untuk apa kita membaca Al-Quran? Oleh karenanya saat membaca Al-Quran, usahakan hati kita ini hadir saat membacanya. Namun bagaimana kita dapat khusyu’ dan dapat mentadaburi Kalamullah ini?</p> <div>Mari sama-sama kita meperhatikan kalimat berikut :</div> <div> </div> <div><i>“Bacalah Al-Quran, seakan-akan dia diturunkan kepadamu”.</i></div> <p> </p> <p>Ungkapan ini bukan hadits Rasulullah SAW apalagi Firman Allah SWT, ini hanyalah sebuah ungkapan manusia biasa seperti kita juga. Satu ungkapan yang keluar dari mulut seorang ayah kepada anaknya. Ungkapan yang mampu memberikan kesan mendalam di hati sang anak tercinta.</p> <p>Saat tilawah atau membaca Al-Quran, kita harus berusaha merasakan bahwa diri kita sedang diajak berbicara oleh Allah SWT melalui ayat-ayat-Nya yang tertulis di dalam mushaf. Usahakan saat kita membaca ayat-ayat Al-Quran bahwa hanya untuk kitalah ayat-ayat itu di tujukan sehingga ketika kita melalui ayat-ayat rahmat dan kenikmatan kita berdoa kepada Allah agar mendapatkannya. Dan apabila kita membaca aya-ayat azab dan keburukan kita berdoa kepada Allah SWT agar kita dihindarkan darinya.</p> <p>Ibu Nia yang dirahmati Allah SWT, membaca Al-Quran dengan penuh khusyu’ dan tadabbur sangat dianjurkan sekali oleh Allah SWT, bahkan bagi orang yang tidak mentadaburi Al-Quran disebut sebagai orang yang tertutup (terkunci) hatinya.</p> <div>Perhatikan firman Allah SWT berikut :</div> <h3 style="text-align: right;">أَفَلاَ يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوْبٍ أَقْفَالُهَا</h3> <p><i>“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quraan ataukah hati mereka terkunci?”. (Q.S. Muhammad/48 : 24)</i></p> <div><i> </i></div> <p>Bagaimana memahami makna tadabbur yang benar? Tadabbur adalah memikirkan dan memperhatikan ayat-ayat Al-Quran dengan tujuan agar kita dapat memahami maknanya, hikmah-hikmahnya dan maksud yang terkandung di dalamnya. Menurut salah seorang ulama, tadabbur juga memiliki arti mengamalkan, karena amal adalah buah dari tadabbur itu sendiri.</p> <div> </div> <p>Ali bin Abu Thalib RA berkata : <i>“Wahai pembawa risalah Al-Quran, wahai pembawa ilmu..beramal lah kalian; karena yang disebut orang berilmu adalah orang yang mengamalkan ilmunya”</i></p> <div><i> </i></div> <p>Al-hasan Al-Bashri berkaya : <i>“Tidak dikatakan mentadabburi ayat-ayat-Nya kecuali dengan mengikutinya (untuk diamalkan)”.</i></p> <div> </div> <p>Selain meperhatikan adab-adab dalam membaca Al-Quran dan penjelasan di atas, juga ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar hati kita hadir saat membaca Al-Quran, agar kita khusyu’ saat 'menyantap' ni’matnya hidangan Al-Quran :</p> <div> </div> <p>Pertama : Bacaan yang baik dan benar, apa bila kita mampu membaca Al-Quran dengan baik dan benar, maka beruntunglah kita; karena yang demikian itu akan dapat membantu kita khusu’ saat tilawah.</p> <div> </div> <p>Kedua :memahami ayat yang kita baca. Diantara yang dapat membantu untuk bisa khusyu’ adalah memahami ayat yang kita baca. Untuk bisa faham ayat yang kita baca, bagi kita yang memiliki kemampuan Bahasa Arab dengan baik, maka kita bisa merujuk kepada kitab-kitab tafsir, terutama yang disusun secara ringkas, agar kita dapat faham walaupun hanya secara global saja. lalu, bagaimana bagi kita yang belum menguasai Bahasa Arab?, ada banyak cara untuk bisa faham isi atau kandunga ayat-ayat yang kita baca. Diantaranya dengan menggunakan Mushaf terjemahan.</p> <div> </div> <p>Ketiga : Mengulang-ulang ayat yang sedang dibaca, baik itu ayat-ayat azab atau ayat ni’mat. Usahakan memahami makna ayat yang dibaca, kalau belum mamahami Bahasa Arab dengan baik, bisa dengan melihat terjemahan Al-Quran. Sehingga setiap kali kita membaca ayat Al-Quran kita bisa langsung dapat memahaminya. Ketika kita memahami ayat yang kita baca maka ini akan menambahkan kekhusyu'an kita.</p> <div> </div> <p>Secara pribadi, saya tidak ingin menganjurkan ibu atau saya tidak pernah menganjurkan siapapun untuk belajar belajar menerjemahkan Al-Quran. Justeru saya menganjurkan murid dan teman-teman saya agar serius dan bersungguh-sungguh untuk belajar Bahasa Arab, baik secara intensif atau pun non intensif. Yang penting belajarnya berjalan secara rutin terus menerus. karena ketika kita sudah mampu berbahasa Arab dengan baik, selain bisa memahami Al-Quran, ibu juga bisa membaca kitab-kitab hadits dan literaratur Islam lainnya yang berbahasa Arab yang sampai saat ini menjadi rujukan para ulama di seluruh dunia. Namun kalau ibu belajar menterjemahkan Al-Quran dengan tidak memiliki bekal bahasa arab yang cukup, maka saya khawatir akan banyak jatuh dalam kesalahan saat memahami isi Al-Quran.</p> <div> </div> <div>Keempat : Membaca Al-Quran dengan tartil, yaitu membacanya tidak terburu-buru, karena yang dituntut dalam membaca Al-Quran bukan saja banyaknya ayat yang kita baca, akan tatapi juga kualitas pemahaman terhadap Al-Quran. Dengan membaca Al-Quran secara tartil, maka kita akan mempu membacanya dengan khusyu’ dan akan dapat membantu kita dalam memahami ayat yang kita baca.</div> <div> </div> <p>Kelima : Usahakan membacanya dengan suara yang jahar, keras, tapi tidak membuat orang disekeliling kita terganggu. Karena selain menambah kekhusyu’an saat menjaharkan tilawah Al-Quran, orang yang mendengarkan juga akan ikut mendapatkan pahala mendengar bacaan Al-Quran. Tentunya kita harus melepaskan diri kita dari sifat riya dan sum’ah saat membaca Al-Quran.</p> <div> </div> <p>Dengan demikian, kalau kita dapat melaksanakan semua yang telah kita sebutkan di atas, insya Allah kita akan dapat membaca Al-Quran dengan penuh khusyu’ dan tadabbur. Mampu menyentuh dan menggetarkan hati kita yang membacanya dan hati orang yang mendengarnya.</p> <p>Dengan khusyu’ inilah yang diinginkan dari kita saat membaca Al-Quran. Namun seseorang akan dapat khusyu' bila mana dia dapat memahami ayat yang sedang dibacanya. Karena, sebenarnya inti dari tujuan membaca Al-Quran adalah bagaimana kita dapat membacanya dengan baik, memahami ayat yang kita baca, mantadaburinya dan khusyu’ saat membacanya. Kemudian kita mohon kepada Allah SWT agar diberikan kemampuan untuk dapat melaksanakan isi dan kandungan Al-Quran dalam kehidupam sehari-hari secara optimal.</p> <p>Semoga jawaban singkat ini dapat membuat ibu dan kita semua khususnya para pembaca setia Warna Islam dan kaum Muslimin pada umumnya semakin bertambah cinta kepada Al-Quran dan dapat membuat kita bertambah khusyu’ saat membacanya. Dan juga dapat memberikan atsar (pengaruh) yang positif dalam diri kita, berupa perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik dalam menjalani hidup dan kehidupan di dunia sehingga kita memperoleh dua kebaikan sekaligus, kebaikan dunia dan kebaikan akhirat. <i>Wallahu a’lam bishshawab</i></p> <div><i>Wassalamu ‘alaikum Warahmatullahi wabarakatuh</i></div> <div> </div> <div><i>Taufik Hamim Effendi Lc., MA</i></div> <div> </div> <div>(Tulisan ini juga bisa dibaca di <a href="http://www.taufikhamim.com/">www.taufikhamim.com</a>)</div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-13939766914391697272009-02-02T20:30:00.000-08:002009-02-02T20:43:02.571-08:00Benarkah Nabi Adam Bukan Manusia Pertama?<span style="font-weight: bold;">WarnaIslam.com </span>Selasa, 03 Februari 2009 10:20 <p><span style="font-size:100%;"><b>Pertanyaan</b></span></p> <div align="justify"><p><i>Assalamu 'alaikum wr, wb.<br /></i></p> <p>Bagaimana pendapat ustad tentang beberapa buku karangan Ust. Agus Mustafa yang saat ini banyak beredar di masyarakat seperti "Ternyata Adam Dilahirkan" dan sebagainya. Dalam buku yang sama disimpulkan - jika tidak salah - karena Nabi Adam dilahirkan sehingga Nabi Adam bukanlah manusia pertama dan beberapa kesimpulan lainnya.</p> <p><i>Jazakumullahu khairan.</i></p> <p><i>Wassalaamu'alaikum wr, wb.</i></p></div> <p><i>Calling</i></p> <p><span style="font-size:100%;"><b>Jawaban</b></span></p> <div align="justify"><p><i>Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,<br /></i><br />Sekilas kami pernah membaca buku itu. Pengarangnya agak bersemangat dengan tesisnya bahwa Nabi Adam '<i>alaihissalam</i> bukan manusia pertama. Juga bahwa beliau tidak diciptakan langsung dari tanah, melainkan lewat proses kelahiran seperti umumnya manusia.</p> <p>Kalau dilihat dari dalil-dalil yang dikemukakan, boleh dibilang tidak ada yang salah. Mengapa tidak ada yang salah? Karena dalil-dalil itu berupa ayat Al-Quran. Siapa yang menyalahkan ayat Al-Quran?</p> <p>Yang kurang tepat justru dalam melakukan penyimpulan dalil ayat Al-Quran itu sendiri. Di dalam istilah para ulama, menarik kesimpulan dari dalil-dalil itu disebut dengan istilah <i>istidlal</i>. Yaitu proses mengambil kesimpulan dari ayat Al-Quran dan Al-Hadits, di mana keduanya adalah sumber utama ajaran Islam.</p> <p>Maka kalau boleh kami memberikan sedikit garis bawah, setidaknya ada tiga kejanggalan utama dari tesisnya.</p> <p><b>Kejanggalan Pertama:</b></p> <p>Kejanggalan pertama adalah ketika dalil berupa ayat Al-Quran dikemukakan, kita sama sekali tidak dikenalkan dengan tafsir dari ulama <i>mufassirin</i> yang <i>muktabar.</i></p> <p>Ayat-ayat Al-Quran yang dikemukakan tiba-tiba ditarik kesimpulannya begitu saja, tanpa pernah tengok kanan atau tengok kiri lagi. Ibarat orang menyeberang jalan, dengan sangat yakinnya penulis buku itu <i>ngeloyor</i> ke tengah jalan</p> <p>Padahal biasanya para ulama setiap kali beristidlal, selalu menampilkan komentar para ahlitafsir yang muktamad dan <i>aqwal</i> (pendapat) para ahli ilmu lainnya, sebelum bicara tentang pendapat dirinya sendiri. Jadidari sisi metodologi, kelihatan bahwa penulisan buku itu tidak memenuhi kaidah ilmiyah.</p> <p><b>Kejanggalan Kedua</b></p> <p>Kejanggalan ini agak parah, yaitu tidak ada satu pun hadits Nabi SAW yang dicantumkan sebagai dalil. Nyaris tidak ada satu pun hadits shahih yang dijadikan dalil. Entah apa motivasi penulisnya. tapi yang jelas keterangan detail, tegas, sharih dan eksplisit tentang Nabi Adam sebagai manusia pertama ada di dalam hadits-hadits nabawi. Di antaranya</p> <p><i>"Sesunguhnya manusia itu berasal dari Adam dan Adam itu (diciptakan) dari tanah</i>." (HR Bukhari)</p> <p>Kami tidak menuduhnya penganut <i>inkarussunnah</i>, namun amat mengherankan bila ada sebuah buku tentang Islam, terlebih terkait dengan tema aqidah yang cukup berat, tetapi sama sekali tidak mencantumkan hadits nabawi.</p> <p>Entahlah bila pengarangnya memang menghindari penggunaan hadits nabawi. Tetapi yang jelas, hadits nabawi adalah salah satu sumber rujukan ajaran Islam yang utama. Meninggalkan keterangan hadits nabi tentu bukan tindakan yang dibenarkan.</p> <p><b>Kejanggalan Ketiga</b></p> <p>Buku itu sama sekali tidak mencantumkan pendapat para ulama aqidah, khususnya dalam tesis bahwa Nabi Adam as dilahirkan dan bukan manusia pertama. Setidaknya, penulis buku itu mencantumkan siapa saja orang yang berpendapat sama dengan dirinya. Sayangnya hal itu tidak dilakukannya. Apalagi kutipan pendapat para ulama aqidah yang menentang pendapatnya, sama sekali tidak ada.</p> <p>Apa yang dikemukakan boleh dibilang sebuah bentuk penafsiran ayat Al-Quran murni hanya dengan <i>ra'yu </i>dan meninggalkan ilmu tafsir, hadits serta <i>aqwal</i> para fuqaha yang muktabar.</p> <p><b>Ayat Yang Ditafsirkan Lewat Akal</b></p> <p>Di antara ayat Al-Quran yang biasanya dijadikan sebagai bahan landasan logika aneh yang dikembang adalah ayat berikut ini:</p> <p>Ø¥Ùنَّ Ù…ÙŽØ«ÙŽÙ„ÙŽ عÙيسَى عÙندَ اللّه٠كَمَثَل٠آدَمَ خَلَقَه٠مÙÙ† تÙرَاب٠ثÙمَّ قَالَ Ù„ÙŽÙ‡Ù ÙƒÙÙ† ÙÙŽÙŠÙŽÙƒÙونÙ</p> <p><i>Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia.</i> (QS. Ali Imran: 59)</p> <p>Kalau kita pernah belajar tentang ilmu tafsir, meski tidak menguasai sepenuhnya, namun seharusnya kita tahu bahwa ayat ini turun untuk membantah keyakinan orang nasrani. Allah SWT mematahkan argumentasi mereka dengan menggunakanqiyas, bahwa penciptaan Nabi Isa yang lahir tanpa ayah adalah suatu hal yang bukan mustahil. Sebab Nabi Adam bahkan lahir tanpa ayah dan ibu. Ada kemiripan antara keduanya, meski bukan berarti sama persis.</p> <p>Sayangnya, penulis buku itu malah menjadikan ayat ini di luar tujuan dan konteksnya. Padahal tidak ada satu pun kitab tafsir yang mengatakan demikian. Entah dari mana dia mendapatkan pemikiran seperti itu. Dia malah mengatakan bukan Nabi Isa yang kasusnya mirip Nabi Adam, tetapi justru Nabi Adam yang harus ikut keadaan Nabi Isa, yaitu punya ibu dan dilahirkan oleh seorang ibu.</p> <p>Padahal jelas-jelas Allah mengatakan bahwa kasus kelahiran Nabi Isa itu ada kemiripan dengan kasus Nabi Adam, bukan kasus Nabi Adam seperti kasus Nabi Isa. Dan titik kemiripannya adalah bahwa nabi Adam tercipta tanpa ayah, bahkan tanpa ibu.</p> <p>Logika yang dikembangkan memang agak aneh dan janggal. Dan lucunya, penulis buku itu sama sekali tidak melengkapi logika yang dibangun sendiri. Seharusnya dia menuliskan juga tentang siapakah ibu Nabi Adam serta hal-hal yang dialami pasca kelahirannya. Dan tidak ada keterangan bahwa setelah itu, orang-orang menuduh ibu Nabi Adam itu sebagai wanita pezina. Juga tidak dijelaskan bahwa saat masih bayi, Nabi Adam bisa bicara seperti orang dewasa.</p> <p>Logika yang dikembangkannya justru dipungkirinya sendiri. Kalau benar Nabi Adam mengalami proses seperti Nabi Isa, maka seharusnya ibunya Nabi Adam (kalau memang ada) sebelumnya harus didatangi Jibril yang mengabarkan kehamilannya, lalu dia hamil dan merintih kesakitan saat melahirkan, kemudian diperintahan untuk memakan buah kurma muda (<i>ruthab</i>), lalu kembali ke masyarakat dan dihina sebagai wnaita pezina, kemudian Adam pun seharusnya bisa bicara meski masih bayi. Karena Maryam ibu Nabi Isa mengalami semua proses itu.</p> <p>Tetapi karena yang dikejar memang bukan itu, melainkan hanya ingin sekedar menguatkan keyakinannya bahwa Nabi Adam itu tidak diciptakan langsung oleh Allah dari tanah dan bukan manusia pertama, maka dia tidak sadar bahwa logika itu sendiri sebenarnya punya konsekuensi yang pasti tidak disetujuinya.</p> <p><i>Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, </i></p> <p><b>Ahmad Sarwat, Lc</b></p></div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-3673929233431412452009-02-02T20:28:00.000-08:002009-02-02T20:29:24.254-08:00Alkohol Dalam Obat Batuk<div class="garis-bawah"> <span style="font-weight: bold;">Eramslim.com </span><span class="tanggal">Jumat, 30/01/2009 15:09 WIB</span> <p>Assalamua'alaikum dokter...</p> <p>Langsung saja dok, beberapa hari yang lalu saya melihat tayangan di televisi bahwa di dalam obat batuk sirup terdapat alkohol atau etanol...padahal kita sebagai umat muslim tidak boleh minum alkohol...seandainya minum alkohol maka sholat kita selama 40 hari tidak diterima, bagaimana menurut dokter apakah kita boleh minum obat tersebut atau tidak ?</p> <p>Wassalam.</p> <p><b> DK </b></p> </div> <h3 style="border-bottom: 1px solid rgb(204, 204, 204);">Jawaban</h3> <p><strong>Assalamu’alaikum Wr.Wb.</strong><br />Secara umum sebagai seorang muslim dalam hal berobat kita harus berpegang pada prinsip-prinsip yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunah, antara lain :<br /><br /><strong>1. Menghindari syirik </strong><br />“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari ( syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS An-Nisaa : 48)<br /><br /><strong>2. Menyakini bahwasannya kesembuhan itu datangnya dari Allah, sedangkan kewajiban kita berikhtiar semaksimal mungkin. </strong><br />“dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku.” (QS As-Syuaraa : 80)<br /><br /><strong>3. Menggunakan obat yang halal</strong><br />“ Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS An-Nahl : 114)</p> <p>Berikut ini kami kutipkan tulisan Dr Yusuf Al – Qardhawi mengenai daruratnya berobat dalam buku “ halal dan haram dalam islam “.</p> “Daruratnya berobat, yaitu ketergantungan sembuhnya suatu penyakit pada memakan sesuatu dari barang-barang yang diharamkan itu. Dalam hal ini para ulama fiqih berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat, berobat itu tidak dianggap sebagai darurat yang sangat memaksa seperti halnya makan. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadis Nabi yang mengatakan:<br /><br />"<strong><em>Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu dengan sesuatu yang Ia haramkan atas kamu</em></strong>." (Riwayat Bukhari)<br /><br />Sementara mereka ada juga yang menganggap keadaan seperti itu sebagai keadaan darurat, sehingga dianggapnya berobat itu seperti makan, dengan alasan bahwa kedua-duanya itu sebagai suatu keharusan kelangsungan hidup. Dalil yang dipakai oleh golongan yang membolehkan makan haram karena berobat yang sangat memaksakan itu, ialah hadis Nabi yang sehubungan dengan perkenan beliau untuk memakai sutera kepada Abdur-Rahman bin Auf dan az-Zubair bin Awwam yang justru karena penyakit yang diderita oleh kedua orang tersebut, padahal memakai sutera pada dasarnya adalah terlarang dan diancam.<br /><br />Barangkali pendapat inilah yang lebih mendekati kepada jiwa Islam yang selalu melindungi kehidupan manusia dalam seluruh perundang-undangan dan rekomendasinya.<br /><br />Tetapi perkenan (rukhsah) dalam menggunakan obat yang haram itu harus dipenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:<br /><br />1. Terdapat bahaya yang mengancam kehidupan manusia jika tidak berobat.<br />2. Tidak ada obat lain yang halal sebagai ganti Obat yang haram itu.<br />3. Adanya suatu pernyataan dari seorang dokter muslim yang dapat dipercaya, baik pemeriksaannya maupun agamanya (i'tikad baiknya). “<br /><br />Dan menurut kami, saat ini sudah ada obat – obat batuk yang tidak mengandung alkohol (biasanya obat batuk yang berasal dari herbal/tumbuhan), Tetapi kita harus tetap hati-hati, karena tidak semua obat batuk dari herbal sama sekali bebas dari alkohol karena ada yang menggunakan alkohol dalam proses ekstraksinya. Dari hal diatas maka jelaslah bahwasanya mengkonsumsi obat batuk yang ada alkoholnya harus dihindari. Wallaahu a'lam bishowab.<br /><br /><strong>Wassalam.</strong>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-10786816063692919162009-02-02T20:23:00.000-08:002009-02-02T20:26:59.050-08:00Hukum Memperbesar Alat Vital<div class="garis-bawah"> <span style="font-weight: bold;">Eramusli.com </span><span class="tanggal">Selasa, 03/02/2009 10:14 WIB</span> <p>Assalamu'alaikum pak ustad.</p> <p>Sebelumnya saya mohon maaf kalau pertanyaan saya kurang sopan. Tetapi saya mohon pak ustad sudi untuk menjawabnya karena saya sudah bertanya sebelumnya ketika masih diasuh ustad Sarwat tetapi belum mendapat jawaban.</p> <p>Saya sudah menikah, dan ketika berhubungan intim cepat selesai. Rencana saya ingin berobat ke pengobatan alternatif. Tetapi istri saya juga ingin saya sekalian memanjangkan alat vital (maaf). Bagaimana hukumnya pak Ustad? Terima kasih.</p> <p><b> Yanto<br /></b></p><p><b>-------------------------------------------------------------------------------------------------</b></p><h3 style="border-bottom: 1px solid rgb(204, 204, 204);">Jawaban</h3> <p>Waalaikumussalam Wr Wb</p> <p>Saudara penanya yang dimuliakan Allah swt.</p> <p>Segala perkara dan urusan manusia berjalan sesuai dengan ketentuan Allah swt sementara manusia terhadap ketentuan itu ada yang dituntut untuk menerimanya saja tanpa bisa memilih dan ada yang dituntut untuk menentukan pilihan dan mencari sebabnya.</p> <p>Diantara ketentuan Allah yang manusia tidak bisa ikut campur didalamnya atau tidak memiliki pilihan adalah seperti wajahnya yang cantik atau buruk, tubuhnya yang tinggi atau pendek, kehidupan dan kematiannya dan termasuk besar atau kecilnya ukuran alat vital seseorang. Dan Allah swt didalam menentukan hal-hal yang demikian tentunya tidaklah lepas dari sifat-Nya yang Maha Adil dan Bijaksana.</p> <p>Allah swt meminta kepada manusia untuk menerima dan rela dengan ketentuan-Nya terhadap perkara-perkara yang demikian dan meyakini bahwa semua itu berjalan sesuai dengan ilmu dan kebijakan-Nya. didalam hal ini tidaklah ada ada dosa atau perhitungan (hisab) bagi manusia. Firman Allah swt :</p> <p class="ArabCenter">لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ</p> <p><br />Artinya : “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS. Al Anbiya : 23)</p> <p>Ibnu Juraih mengatakan bahwa arti dari ayat itu adalah bahwa manusia tidak perlu menanyakan tentang ketentuan-Nya terhadap para makhluk-Nya akan tetapi Dia akan menanyakan mereka tentang amal-amal mereka karena mereka semua adalah hamba-hamba-Nya. (al Jami’Li Ahkamil Qur’an juz XI hal 253)</p> <p>Hal lain yang memperkuat bahwa ukuran besar maupun kecilnya kemaluan adalah termasuk didalam ketentuan Allah yang tidak memerlukan pilihan manusia untuk melakukan perubahannya adalah kenyataan dalam dunia kedokteran bahwa penis yang telah berkembang secara normal maka tidak perlu atau tidak dapat ditambah lagi.</p> <p>Lain halnya apabila ia masih dalam usia perkembangan, seperti pada anak-anak maka besar maupun kecilnya ukuran tersebut masih berupa pilihan yang bisa dipengaruhi oleh ikhtiyar dan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk perkembangannya, seperti jenis makanan, pemenuhan hormon maupun kesehatannya.</p> <p>Tidak jarang berbagai upaya pengobatan alternatif untuk memperbesar ukuran kelamin pria pada usianya yang sudah dewasa tidaklah memberikan hasil seperti yang diharapkan akan tetapi justru terkadang menimbulkan kemudharatan atau berakibat fatal bagi dirinya. Karena pada umumnya praktek-praktek itu tidaklah dilakukan oleh seorang yang ahli secara medis dan tidak melalui uji klinis sehingga bisa dipertanggungjawabkan hasilnya.</p> <p>Diceritakan didalam sebuah artikel bahwa ada seseorang laki-laki dewasa yang mencoba cara-cara tersebut untuk memperbesar alat kelaminnya dan menurutnya bahan yang digunakan oleh orang yang menjalankan praktek ini hanyalah minyak tradisional dari tanaman yang tidak ada efek sampingnya. Akan tetapi yang terjadi setelah itu justru alat kelaminnya menjadi sakit dan tampak merah.</p> <p>Kejadian itu menjadikan istrinya kehilangan gairahnya untuk melakukan hubungan seks dengannya dikarenakan dia merasa jijik dan bentuk alat kelaminnya yang agak aneh. Dan ‘puasa’ dari berhubungan itu terjadi hingga berbulan-bulan lamanya.</p> <p>Menurut para dokter bahwa ukuran normal penis seorang pria dewasa adalah antara 10 cm hingga 15 atau 16 cm sementara sedikit dari manusia yang memiliki ukuran diatas atau dibawah batas ukuran tersebut. Ukuran yang dibawah batas minimal seperti 9 atau 8 cm ini tidaklah berpengaruh terhadap kenikmatan saat berhubungan baik bagi si pria maupun wanita, sebagaimana dijelaskan oleh seorang dokter spesialis.</p> <p>Hal demikian juga telah dibuktikan melalui berbagai penelitian yang menguatkan bahwa ukuran 8 atau 9 cm—dengan izin Allah swt—tetap akan memberikan kenikmatan bagi si pria maupun wanita. Dikarenakan pusat kenikmatan sex bagi wanita adalah pada permulaan vagina bukan pada kedalamannya. Untuk itu seorang wanita—segala puji bagi Allah—tidak usah merasa risau terhadap permasalahan ini selama hubungan tersebut berjalan sempurna secara alami berupa kemampuan ereksi hingga selesai hubungan jima’. (www.islamweb.com)</p> <p>Jadi yang mempengaruhi kenikmatan didalam berhubungan seksual baik bagi si pria maupun wanitanya adalah kemampuan berereksi dan menjaga ketahanannya hingga selesai berhubungan atau dengan kata lain tidak terjadi ejakulasi dini.</p> <p>Dan ejakulasi dini lebih disebabkan oleh faktor-faktor psikis maupun fisik saat berhubungan dan tidak dipengaruhi oleh ukuran dari alat kelaminnya. Dan terhadap permasalahn ini yang sedang anda hadapi maka saya menganjurkan anda untuk berkonsultasi dengan dokter.</p> <p>Adapun terhadap praktek-praktek yang menawarkan berbagai pengobatan untuk memperbesar ukuran kelamin yang ada kemungkinan membawa mudharat dan bahaya bagi anda maka saya menganjurkan anda untuk menghindarinya. Ada satu kaidah didalam fiqih yang mengatakan “Menghindari kemudharatan lebih didahulukan daripada mendapatkan manfaat”</p> <p>Bersyukurlah kepada Allah akan pemberian dan karunia-Nya kepada anda serta bergembiralah dan janganlah terbawa oleh berbagai bisikan yang ada didalam hati anda tentang hal ini. Cobalah keluar dari berbagai kecemasan, kebingungan dan kekhawatiran yang berlebihan dalam hal ini yang akan dapat mengganggu dan menghambat aktivitas anda.</p> <p>Semoga Allah swt senantiasa mencurahkan rahmat dan kasih sayangnya kepada anda dan kita semua serta memasukkan kita kedalam golongan orang-orang yang sholeh.</p> <p>Wallahu A’lam.</p> </div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-12326872820455289282009-02-02T02:41:00.001-08:002009-02-02T02:42:01.475-08:00Kepada Siapa Sajakah Wanita Boleh Membuka Jilbab?<span style="font-weight: bold;">Warnaislam.com </span>Senin, 02 Februari 2009 14:58 <p><span style="font-size:100%;"><b>Pertanyaan</b></span></p> <div align="justify"><p><i>Assalamualaikum, </i></p> <p>Pertanyaan saya, "Kepada siapa sajakah seorang wanita boleh membuka jilbabnya (memperlihatkan rambut, telinga dan lehernya)?</p> <p>Betulkah bahwa seorang wanita tetap harus menggunakan jilbabnya dihadapan wanita lain? Misalkan, dua orang mahasiswi tinggal dalam satu tempat kos/kamar, haruskah mereka tetap menggunakan jilbab, meski untuk tidur?</p> <p>Mohon Jawaban dari Ustadz. Terimakasih.</p></div> <p><i>natadiredja</i></p> <p><span style="font-size:100%;"><b>Jawaban</b></span></p> <div align="justify"><p><i>Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,<br /></i><br />Seorang wanita dibolehkan terlihat sebagian auratnya di depan laki-laki yang menjadi mahram baginya serta di depan sesama wanita muslimah. Sedangkan kepada laki-laki yang bukan mahram dan juga dengan sesama wanita tapi yang bukan muslimah, maka yang boleh terlihat hanya wajah dan kedua tapak tangannnya saja.</p> <p>Sebaliknya, di depan suami sendiri seorang wanita dibolehkan terlihat semua bagian tubuhnya dengan halal dan sah.</p> <p><b>Daftar Mahram</b></p> <p>Istilah <i>mahram </i>sebenarnya mengacu kepada kata <i>haram</i>. Maksudnya, wanita atau laki-laki yang haram untuk dinikahi.Pada dasarnya ada dua jenis kemahraman.</p> <p>Pertama mahram yang bersifat abadi, atau disebut juga dengan <i>mahram muabbad </i></p> <p>Kedua, mahram yang bersifat sementara, yaitu kemahraman yang sewaktu-waktu berubah menjadi tidak mahram, tergantung tindakan-tindakan tertentu yang terkait dengan syariah yang terjadi. Kepada mahram yang seperti ini, seorang wanita tetap diharamkan untuk terlihat sebagian auratnya.</p> <p><b>1. Mahram Yang Bersifat Abadi (Muabbad)</b></p> <p>Para ulama membagi mahram yang bersifat abadi ini menjadi tiga kelompok berdasarkan penyebabnya. Yaitu karena sebab hubungan nasab, karena hubungan pernikahan (perbesanan dan karena hubungan akibat persusuan.</p> <p><b>a. Mahram Karena Nasab </b></p> <ul><li><i>Al-Umm</i>, yaitu Ibu kandung dengan anak laki-lakinya adalah mahram. Dan demikian jugaseterusnya ke atas seperti antara nenek dengan cucu laki-lakinya.</li><li><i>Al-Bint</i>, yaitu anak wanita dengan ayah kandungnya adalah mahram, dan seterusnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.</li><li><i>Al-ukht</i>, yaitu saudara kandung wanita kepada saudara laki-lakinya.</li><li>`Ammat, yaitu seorang bibi dengan keponakan laki-lakinya.</li><li><i>Khaalaat</i>, yaitu seorang bibi (saudara wanita ibu) dengan keponakan laki-lakinya.</li><li><i>Banatul Akh </i>/ Anak wanita dari saudara laki-laki dengan pamannya.</li><li><i>Banatul Ukht</i>/ anak wnaita dari saudara wanita dengan pamannya.</li></ul> <p><b>b. Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan </b></p> <ul><li>Ibu dari isteri (mertua wanita) dengan menantu laki-lakinya.</li><li>Anak wanita dari isteri (anak tiri) dengan ayah tirinya.</li><li>Isteri dari anak laki-laki (menantu peremuan) dengan mertua laki-lakinya.</li><li>Isteri dari ayah (ibu tiri) kepada anak tiri laki-lakinya.</li></ul> <p><b>C. Mahram Karena Penyusuan</b></p> <p>Selain karena dua sebab di atas, kasus di mana seorang anak laki-laki pernah disusui oleh seorang wanita yang bukan ibunya, juga menjadi penyebab kemahraman. Ketika masih kecil, nabi Muhammad SAW pernah disusui oleh seorang wanita dari Bani Sa'ad yang bernama Halimah As-Sa'diyah.</p> <p>Maka untuk selamanya, Halimah menjadi seorang wanita yang hukumnya mahramnya dengan beliau SAW. Tidak boleh terjadi pernikahan antara mereka, namun Halimah dibolehkan terlihat sebagian auratnya di depan beliau SAW.</p> <p>Halimah juga punya seorang anak wanita yang bernama Syaima'. Statusnya juga sama dengan Halimah, Syaima' terhitung sebagai saudara beliau SAW sesusuan, maka sebagian auratnya boleh terlihat di depan beliau SAW.</p> <p>Di antara mereka yang bisa menjadi mahram karena disusui adalah:</p> <ul><li>Ibu yang menyusui dengan anak laki-laki yang disusuinya.</li><li>Ibu dari wanita yang menyusui (nenek) dengan anak laki-laki yang disusui anak perempuannya.</li><li>Ibu dari suami yang isterinya menyusuinya (nenek juga).</li><li>Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan).</li><li>Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui.</li><li>Saudara wanita dari ibu yang menyusui.</li></ul> <p><b>2. Mahram Yang Bersifat Sementara</b></p> <p>Kemahraman jenis yang kedua adalah kemahraman ini bersifat sementara. Maksudnya, seorang wanita diharamkan menikah dengan seorang laki-laki karena alasan yang bersifat sementara saja.</p> <p>Namun bila terjadi sesuatu, keharaman itu bisa langsung hilang dan kemudian mereka boleh menikah.</p> <p>Hubungan kemahraman yang seperti ini tidak membolehkan terlihatnya sebagian aurat. Yang membolehkan hanya bila hubungan kemahraman bersifat abadi (muabbad).</p> <p><i>Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, </i></p> <p><b>Ahmad Sarwat, Lc</b></p></div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-52921618178677408722009-02-02T00:08:00.000-08:002009-02-02T00:10:09.350-08:00Ikhtilath dan Hijab Syar'i<div class="garis-bawah"> <span style="font-weight: bold;">Eramuslim.com </span><span class="tanggal">Jumat, 30/01/2009 14:34 WIB</span> <p>Assalamu'alaikum Wr.Wb.</p> <p>Ustadz yang dirahmati Allah, saya ingin bertanya tentang apa yang dimaksud dengan ikhtilath dan hijab syar'i?</p> <p>Lalu bila kami mengadakan ta'lim yang diikuti muslimin dan muslimah apa harus dibatasi dengan kain?</p> <p>Apakah boleh bila dibatasi dengan pembatas yang ada celah-celahnya?</p> <p> JazakAllah Ustadz, atas jawabannya</p> <p>Wassalamu'alaikum Wr.Wb.</p> <p><b> Abdullah<br /></b></p><p><b>-------------------------------------------------------------------------------------------------</b></p><h3 style="border-bottom: 1px solid rgb(204, 204, 204);">Jawaban</h3> <p>Waalaikumussalam Wr Wb</p> <p>Perihal ikhtilath atau percampuran antara kaum pria dan wanita didalam suatu kesempatan seringkali kita dapati di masyarakat dan berbagai pendapat pun bermunculan didalam permasalahan ini dari yang sama sekali tidak memperbolehkannya secara mutlak hingga yang membolehkannya juga secara mutlak.</p> <p>Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa pada zaman Rasulullah saw dan para Khulafaur Rasyidin tampak kaum wanita melakukan sholat berjama’ah dan jum’at di Masjid Rasul saw. Beliau saw juga menganjurkan mereka agar mencari shaff di bagian akhir di belakang kaum pria. Setiap shaff yang lebih dekat dengan bagian terakhir adalah lebih utama dikarenakan khawatir akan tampak aurat kaum pria terlebih lagi kebanyakan mereka tidak menggunakan celana panjang.. dan tidak ada pembatas antara kaum pria dan wanita baik pembatas yang terbuat dari kayu, kain atau yang lainnya.</p> <p>Pada awalnya kaum pria dan wanita masuk dari pintu mana saja yang disepakati bagi mereka sehingga tampak padat saat memasuki dan keluar dari masjid. Rasulullah saw bersabda,”Seandainya saja kalian menjadikan satu pintu bagi kaum wanita.” Kemudian mereka pun mengkhususkan satu pintu bagi kaum wanita setelah itu yang saat ini dikenal dengan nama “Pintu Wanita”</p> <p>Kaum wanita pada masa Nabi saw juga menghadiri sholat jum’at, mendengarkan khutbah sehingga salah satu dari mereka berhasil menghafalkan surat Qaff dari lisan Rasulullah saw dikarenakan sering mendengarnya dari atas mimbar jum’at.</p> <p>Kaum wanita juga menghadiri sholat dua hari raya, pertemuan-pertemuan besar islami yang mengumpulkan orang-orang dewasa dan anak-anak, kaum pria dan wanita di suatu tanah lapang sambil bertahlil dan bertakbir. Diriwayatkan oleh Muslim dari Ummu ‘Athiyah berkata,”Kami diperintahkan untuk keluar pada waktu dua hari raya, dengan menutup aurat dan juga para perawannya.”..</p> <p>Dahulu kaum wanitanya juga menghadiri berbagai pengajaran bersama dengan kaum pria. Mereka bertanya tentang berbagai permasalahan agama yang sering dirasakan malu oleh kebanyakan wanita pada hari ini sehingga Aisyah pernah memuji para wanita Anshor bahwa mereka tidak dihalangi oleh rasa malu untuk mengetahui perihal agama mereka, seperti tentang junub, bermimpi, mandi, haidh, istihadhoh dan lain-lain.</p> <p>Mereka merasa belum cukup mendapatkan pengajaran bersama kaum laki-laki dalam berdialog dengan Rasulullah saw, untuk itu mereka meminta agar beliau menyediakan waktu (hari) khsusus bagi mereka yang tidak didominasi dan bersama-sama kaum pria. Mereka mengatakan secara terang-terangan,”Wahai Rasulullah kami telah dikalahkan oleh kaum laki-laki saat bersamamu maka jadikanlah bagi kami satu hari dari dirimu.” (HR. Bukhori)</p> <p>Kaum wanita pernah ikut serta dalam peperangan membantu para tentara dan mujahidin dalam hal-hal yang mereka sanggupi dan pada posisi yang tetap baik bagi mereka, seperti memberikan perawatan, pengobatan, menjaga mereka yang terluka disamping bantuan-bantuan lainnya seperti menyediakan konsumsi dan berbagai peralatan yang dibutuhkan oleh para mujahidin.</p> <p>Dari Ummu ‘Athiyah berkata,”Aku pernah berperang bersama Rasulullah saw sebanyak tujuh kali peperangan. Aku berada di bagian belakang saat berjalan, aku mempersiapkan makanan bagi mereka, mengobati yang terluka dan membantu yang sakit.” (HR. Muslim)</p> <p>Bahkan pernah para wanita (sahabat) ikut serta didalam berbagai peperangan dan pertempuran islam dengan membawa senjata saat ada kesempatan bagi mereka. Seperti apa yang dilakukan ‘Amaroh Nusaibah binti Ka’ab pada peperangan Uhud sehingga Rasulullah saw mengatakan tentangnya,”Posisinya lebih baik dari posisi fulan dan fulan.” Demikian juga apa yang dilakukan Ummu Sulaim yang memegang sebilah pisau yang akan ditusukan terhadap musuh manakala ia mencoba mendekatinya pada saat perang Hunain.</p> <p>Kaum wanita pun berpartisipasi didalam kehidupan sosial sebagai seorang da’i yang mengajak kepada kebaikan, menyeru yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, sebagaimana firman Allah swt :</p> <p class="ArabCenter">وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ</p> <p><br />Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar.” (QS. At Taubah : 71)</p> <p>Ada suatu peristiwa yang sudah masyhur saat seorang wanita muslimah menentang Umar di masjid tentang permasalahan mahar sehingga beliau ra mengambil pendapat wanita tersebut dengan mengatakan,”Wanita ini benar dan Umar salah.” Dan peristiwa ini disebutkan Ibnu Katsir dalam tafsir surat An Nisaa serta mengatakan bahwa sanadnya baik. Umar juga pernah menunjuk Syifa binti Abdullah al Adawiyah sebagai bendahara pasar.</p> <p>Jadi pertemuan antara kaum pria dan wanita tidaklah diharamkan bahkan dibolehkan dan menjadi tuntutan selama untuk tujuan yang mulia, berupa mencari ilmu yang bermanfaat, amal sholeh, proyek kebaikan, jihad yang wajib atau yang lainnya selama didalam hal itu membutuhkan kerjasama diantara dua jenis tersebut didalam perencanaan, pengarahan dan pengimplementasian.</p> <p>Namun bukan berarti bahwa hal itu melenyapkan batasan-batasan diantara kedua jenis tersebut serta melupakan rambu-rambu syari’ah pada setiap pertemuan diantara mereka… Diantara rambu-rambunya adalah :</p> <p>1. Berkomitmen untuk senantiasa menjaga pandangan dari kedua belah pihak. Tidak melihat aurat, tidak memandangnya dengan syahwat, tidak melamakan pandangan tanpa suatu keperluan, firman Allah swt : </p> <p class="ArabCenter">قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ</p> <p class="ArabCenter">وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ</p> <p><br />Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nuur : 30 – 31)</p> <p>2. Para wanitanya berkomitmen dengan pakaian yang sesuai syari’ah (hijab syar’i) serta menjaga malu. Pakaian yang menutup seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan, tidak transparan dan tidak ketat.. </p> <p class="ArabCenter">وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ</p> <p><br />Artinya : “Dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya.” (QS. An Nuur : 31)<br /><br />3. Komitmen dengan adab-adab islam khususnya dalam bermuamalah dengan kaum pria :<br />a. Dalam berbicara hendaknya menghindari perkataan-perkataan yang mengarah kepada godaan atau rangsangan, firman Allah swt :</p> <p class="ArabCenter">فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا</p> <p><br />Artinya : “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab : 32)</p> <p>b. Dalam berjalan, sebagaimana firman Allah swt :<br /></p> <p class="ArabCenter">وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ</p> <p><br />Artinya : “Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An Nuur : 24)</p> <p class="ArabCenter">فَجَاءتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاء</p> <p><br />Artinya : “kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan.” (QS. Al Qoshosh : 25)</p> <p>c. Dalam bergerak; tidak berlenggak-lenggok seperti wanita-wanita yang disebutkan didalam hadits,”Wanita-wanita yang berlenggak-lenggok kesana kemari.” Serta menghindari dari berhias seperti hiasan wanita-wanita jahiliyah pertama atau pun terakhir.</p> <p>4. Menghindari segala sesuatu yang dapat menggoda atau merangsang seperti minyak wangi, warna-warna perhiasan yang seharusnya digunakan di rumahnya bukan di jalan atau di tempat pertemuan dengan kaum pria.</p> <p>5. Berhati-hati untuk tidak terjadi kholwat (berdua-duaan) antara pria dan wanita yang tidak ada mahramnya, sebagaimana larangan didalam hadits-hadits tentang itu, seperti : “Sesungguhnya yang ketiganya adalah setan.” Jadi tidak boleh adanya kholwat diantara ‘api’ dan ‘kayu bakar’ Terlebih lagi apabila kholwat terjadi dengan kaum kerabat daru suami.</p> <p>6. Hendaklah pertemuan tersebut untuk sesuatu keperluan yang mengharuskan adanya kerja sama (diantara kaum pria dan wanita) tanpa berlebih-lebihan atau terlalu melapangkan wanita keluar dari fitrah kewanitaannya, menjadikannya sebagai bahan pembicaraan orang, menghambatnya dari kewajibannya yang mulia berupa mengurus rumah tangga dan mendidik generasi (anak-anak). (www.qaradawi.net)</p> <p>Adapun tentang pembatas yang membatasi antara kaum pria dan wanita dengan menggunakan kain, kayu dan lainnya bukanlah menjadi suatu kewajiban. Yang demikian dikarenakan bahwa pada masa Rasulullah saw dan para sahabat tidak ditemukan hal seperti itu. Akan tetapi mereka tetap bisa menjaga diri untuk tidak terjadi kholwat antara orang yang menyampaikan pengajaran dengan kaum wanita yang mendengarkannya.<br />Akan tetapi apabila dikhawatirkan terjadi fitnah antara para peserta pria dan wanita didalam pertemuan-pertemuan besar seperti pernikahan, tabligh bulanan, rapat umum di tempat yang luas atau yang lainnya dan juga apabila kaum wanitanya ditempatkan bersebelahan dengan tempat duduk khusus kaum prianya maka menggunakan pembatas diantara mereka adalah lebih baik dan lebih utama.</p> <p>Wallahu A’lam</p> </div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-87964354329989832352009-02-02T00:06:00.000-08:002009-02-02T00:08:10.541-08:00Tafsir Al Fath dan Fenomena KekalahanEramuslim.com Senin, 02/02/2009 11:56 WIB<br /><br />Assalamu'alaikum,<br /><br />Ustadz, mohon dijelaskan tafsir surat Al Fath 1-3 beserta Asbabun Nuzul nya. Terutama ayat pertama yang artinya, "Sungguh, Kami telah memberikan pada mu kemenangan yang nyata". Ayat ini terasa sangat kontradiktif, terutama pada saat ini di mana umat islam menjadi bulan bulanan musuh-musuhnya.<br /><br />Wassalam<br /><br />T Sudarma<br />----------------------------------------------------------------------------------------------------<br /><h3 style="border-bottom: 1px solid rgb(204, 204, 204);">Jawaban</h3> <p>Waalaikumussalam Wr Wb</p> <p><strong>Makna Kemenangan</strong></p> <p class="ArabCenter">إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِينًا ﴿١﴾<br />لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُّسْتَقِيمًا ﴿٢﴾<br />وَيَنصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا ﴿٣﴾</p> <p><br />Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).” (QS. Al Fath : 1 – 3)</p> <p>Ibnu Katsir mengatakan bahwa surat yang mulia ini turun ketika Rasulullah saw kembali dari Hudaibiyah di bulan dzulqaidah tahun ke-6 H yang pada saat itu dihalang-halangi oleh kaum musyrikin untuk memasuki Masjidil Haram dalam menunaikan umroh. Kaum musyrikin cenderung untuk mengadakan perjanjian dan gencatan senjata serta meminta Rasulullah saw pulang pada tahun ini dan kembali lagi pada tahun berikutnya. Tawaran ini disambut oleh Rasulullah saw meskipun tampak kekurangsukaan diwajah sebagian sahabat, diantaranya Umar bin Khottob ra. Setelah mereka menyembelih hewan-hewan kurbanya dan pada saat pulang kemudian Allah swt menurunkan surat ini yang menceritakan tentang apa yang terjadi diantara Rasulullah saw dengan mereka—orang-orang Quraisy—dan menyatakan bahwa perjanjian tersebut adalah kemenangan dikarenakan berbagai maslahat yang ada didalamnya. (Tafsir Ibnu Katsir juz VII hal 325)</p> <p class="ArabCenter">إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِينًا</p> <p><br />Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” (QS. Al Fath : 1)</p> <p>Terjadi perbedaan pendapat tentang maksud dari kata fath (kemenangan) didalam ayat itu. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah Futuh Mekah, berbagai kemenangan yang didapat oleh Rasulullah saw, kemenangan orang-orang Romawi, ataupun baiat Ridwan pada hari-hari Hudaibiyah, namun banyak yang menyebutkan bahwa kemengan itu adalah perjanjian Hudaibiyah.</p> <p>Az Zuhri mengatakan bahwa tidak ada kemenangan yang lebih besar dari perjanjian Hudaibiyah, dimana orang-orang musyrik bercampur dengan kaum muslimin mendengarkan perkataan mereka, mulai bersemayamnya islam di hati mereka sehingga dalam kurun waktu tiga tahun banyak manusia yang masuk kedalam agama islam . (Fathul Qodir juz V hal 44)</p> <p class="ArabCenter">لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُّسْتَقِيمًا</p> <p class="ArabCenter">وَيَنصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا</p> <p><br />Artinya : “supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).” (QS. Al Fath : 2 – 3)</p> <p>Ibnul Anbari mengatakan bahwa kata fathan mubina (kemenangan yang nyata) belum sempurna karena perkataan,”supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu” masih berkaitan dengan kemenangan tersebut, seakan-akan Dia mengatakan,”Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata agar Allah swt mengumpulkan buatmu dengan kemenangan ini ampunan dan mengumpulkan bagimu dengannya berbagai hal yang menyenangkan pandanganmu di dunia dan akherat.</p> <p>Sayyid Qutb mengatakan bahwa kemenangan Hudaibiyah ini pun diikuti oleh berbagai kemenangan lainnya, seperti :</p> <p>1. Kemenangan dalam Da’wah.<br />Ibnu Ishaq mengatakan bukti kebenaran perkataan az Zuhri—diatas—adalah bahwa Rasulullah saw tatkala berangkat menuju Hudaibiyah bersama dengan 1400 orang, menurut penuturan Jabir bin Abdullah dan dua tahun kemudian beliau saw berangkat lagi pada saat Futuh Mekah bersama 10.000 orang.</p> <p>2. Kemenangan di bumi.<br />Kaum muslimin saat itu merasa aman dari kejahatan orang-orang Quraisy, untuk itu Rasulullah saw mengarahkan da’wahnya dalam rangka pembebasan jazirah dari sisa-sisa kejahatan orang-orang Yahudi—setelah membebaskannya dari Yahudi Bani Qoinuqo, Bani Nadhir dan Bani Quraizhoh—dan kejahatan itu tergambar pada kekokohan benteng Khaibar yang menakutkan dijalan menuju Syam. Kemudian Allah swt menundukkannya bagi kaum muslimin dan mereka mendapatkan ghonimah yang banyak dan Rasulullah saw mengkhusukan ghonimah tersebut untuk orang-orang yang telah ikut serta dalam peristiwa Hudaibiyah.</p> <p>3. Kemenangan pada sikap diantara kaum muslimin di Madinah, Quraisy di Mekah dan seluruh kaum musyrikin yang berada di sekitar mereka… Orang-orang Quraisy mengakui ketangguhan dan eksistensi Nabi dan kaum muslimin, dan menganggap bahwa Nabi dan kaum muslimin adalah musuh mereka akan tetapi mereka menghalangi Nabi dan para sahabatnya dengan cara yang paling baik pada waktu dimana mereka telah memerangi Madinah dalam dua tahun dengan dua kali peperangan dan peperangan terakhir adalah satu tahun sebelum Hudaibiyah ini…. kaum muslimin juga tampak begitu kuat di mata kabilah-kabilah, orang-orang Arab pun banyak yang mundur dari memeranginya, dan semakin tidak terdengar lagi suara-suara orang-orang munafiq..</p> <p>Rasulullah saw begitu gembira dengan surat ini. Hatinya gembira dengan karunia Allah yang besar yang diberikan kepadanya dan orang-orang beriman yang bersamanya. Bergembira dengan kemenangan yang nyata, ampunan yang menyeluruh, kenikmatan yang sempurna, petunjuk kepada jalan Allah yang lurus, pertolongan yang kuat dan dengan keredhoan Allah swt kepada orang-orang beriman yang telah mensifatkan mereka dengan penyifatan yang mulia. (Fii Zhilali Qur’an juz VI hal 3316 – 3317)</p> <p><strong>Jalan Menuju Kemenangan</strong></p> <p>Surat ini memberikan penjelasan bahwa kemenangan yang diperoleh kaum mukminin tidak selamanya harus melalui suatu kontak senjata dengan orang-orang kafir atau musuh-musuhnya namun kemenangan juga bisa diperoleh melalui suatu perjanjian atau perdamaian dengan mereka selama hal itu memang memberikan kemaslahatan bagi da’wah islam dan kaum muslimin.</p> <p>Kondisi realita umat islam saat ini yang terus menerus menjadi ‘mangsa’ orang-orang kafir tidaklah bisa dikatakan kontradiksi dengan surat al Fath ini yang menceritakan tentang kemenangan yang diperoleh kaum mukminin.</p> <p>Perintah Allah swt kepada Rasul-Nya dan juga orang-orang beriman untuk pergi berumroh yang kemudian dihalang-halangi untuk memasuki Masjidil Haram oleh orang-orang Quraisy dan pada akhirnya menghasilkan perjanjian Hudaibiyah ini terjadi pada tahun ke-6 H.</p> <p>Perjanjian yang dikatakan oleh Allah swt sebagai kemenangan yang nyata ini tidaklah terjadi secara tiba-tiba atau tanpa sebab. Allah swt tidak memberikan kemenangan ini diawal-awal da’wahnya ketika di Mekah ataupun ketika mereka baru tiba hijrah di Madinah. Akan tetapi Allah swt memberikan kemenangan ini setelah 13 tahun da’wah islam ini muncul dan dibawa oleh Rasulullah saw di Mekah dan 6 tahun da’wah ini mewarnai masyarakat muslim di Madinah.</p> <p>Selama masa itu Rasulullah saw mempersiapkan suatu generasi yang kuat, kokoh, sabar dan tahan akan berbagai ujian yang menerpa mereka sebagai satu konsekuensi dari perjalan da’wah di jalan Allah swt untuk menyongsong kemenangan yang dijanjikan Allah swt, termasuk Hudaibiyah ini.</p> <p>Selama masa itu berbagai ujian dan peristiwa-peristiwa besar mewarnai perjuangan Rasulullah dan para sahabatnya, diantaranya :</p> <p>Pada fase Mekah terjadi berbagai penyiksaan dan intimidasi yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy terhadap orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, pemboikotan selama tiga tahun, penolakan masyarakat Thaif terhadap da’wah. Yang pada akhirnya fase ini ditutup dengan hijrahnya kaum muslimin dan Rasulullah saw ke Madinah.</p> <p>Pada fase Madinah sebelum terjadi perjanjian Hudaibiyah berbagai upaya dilakukan oleh Rasulullah saw untuk mengokohkan masyarakat muslim pertama tersebut, seperti pembangunan masjid dan mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshor dan setelah itu Allah swt mengizinkan mereka untuk berperang melawan orang-orang yang menentang da’wah sehingga terjadilah berbagai peperangan, seperti Badar, Uhud, dan Ahzab disamping peperangan melawan orang-orang Yahudi.</p> <p>Dari perjalanan da’wah generasi muslim pertama tersebut maka kondisi umat islam saat ini merupakan salah satu proses untuk meraih kemenangan yang dijanjikan Allah swt.</p> <p>Meskipun kesewenang-wenangan orang-orang kafir terhadap kaum muslimin begitu melampaui batas terlebih lagi didukung dengan berbagai sarana yang dimilikinya namun hingga saat ini mereka belum mampu menguasai kaum muslimin. Uni Sovyet takluk di Afghanistan, Amerika diusir dari Somalia dan hingga saat ini mereka masih kewalahan menghadapi para mujahidin Iraq, dan yang baru-baru ini kaum Yahudi Zionis yang pada awalnya begitu sombong akan menaklukan Gaza hanya dalam hitungan hari ternyata Allah swt takdirkan hal itu tidak terjadi dan justru kemenangan berada di pihak mujahidin Gaza bahkan mereka mendapatkan simpati dari seluruh masyarakat dunia.</p> <p>Berbagai kezhaliman yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap kaum muslimin di bumi mereka tidak akan pernah sanggup memusnahkan islam dan kaum muslimin dan tidak akan pernah meredupkan cahaya Allah yang akan senantiasa menyinari bumi ini. Justru itu semua akan semakin menyadarkan kaum muslimin bahwa pertentangan antara haq dan batil akan terus berlangsung hingga hari kiamat dan juga akan menyadarkan mereka untuk kembali kepada Allah swt, berkomitmen dengan nilai-nilai robbani, dan mengokohkan ukhuwah islamiyah sebagai modal meraih kemenangan yang telah dijanjikan Allah swt. Firman Allah swt :</p> <p class="ArabCenter">أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء وَزُلْزِلُواْ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللّهِ قَرِيبٌ</p> <p><br />Artinya : “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.” (QS. Al Baqoroh : 214)</p> <p>Semoga Allah swt memberikan kesabaran kepada seluruh mujahidin yang berjuang dijalan-Nya demi meninggikan kalimat-Nya dan menyatukan umat ini didalam satu barisan yang kokoh.</p> <p>Wallahu A’lam</p>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-53503534728937571132009-02-02T00:04:00.000-08:002009-02-02T00:05:50.456-08:00Perbedaan Masjid Dan Mushollah<div class="garis-bawah"> <span style="font-weight: bold;">Eramuslim.com </span><span class="tanggal">Jumat, 30/01/2009 09:44 WIB</span> <p>Assalamualaikum wr.wb</p> <p>Semoga ustadz senantiasa diberkati allah swt</p> <p>Saya ingin menanyakan tentang perbedaan masjid dan musholla, apakah hanya perbedaan istilah saja dan kalau ada perbedaan apakah shalat sunnah tahiyatul masjid hanya untuk di masjid saja?</p> <p>Terima kasih</p> <p>Wassalamualaikum wr. wb</p> <p><b> Khairul Hidayat<br /></b></p><p><b>----------------------------------------------------------------------------------------------</b></p><h3 style="border-bottom: 1px solid rgb(204, 204, 204);">Jawaban</h3> <p>Waalaikumussalam Wr Wb</p> <p>Tentang perbedaan antara masjid dan musholla ini Syeikh Utsaimin mengatakan bahwa secara umum seluruh bumi ini adalah masjid, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Telah dijadikan buatku bumi ini sebagai masjid dan tempat yang suci.”</p> <p>Adapun makna secara khusus dari masjid adalah tempat yang dipersiapkan selamanya untuk sholat dan kemudian dikususkan lagi baik yang dibangun dengan menggunakan batu, tanah, semen ataupun yang belum dibangun.</p> <p>Adapun musholla adalah tempat yang dipersiapkan tidak selalu untuk sholat. Seorang bisa sholat di situ jika tiba-tiba ia mendapatkan waktu sholat. Dan tempat ini tidak disebut dengan masjid.</p> <p>Dalil dari itu adalah bahwa Rasulullah saw pernah melaksanakan sholat-sholat sunnah di rumahnya. Dan tempat yang dipakai untuk sholat itu tidaklah disebut masjid. Demikian pula ketika ‘Itban bin Malik mengajaknya saw untuk sholat di salah satu bagian di rumahnya yang dijadikannya untuk tempat sholat, ini pun tidak disebut dengan masjid. (www.roqyah.com)</p> <p>Jadi musholla adalah tempat yang tidak dikhususkan untuk sholat saja, seperti halnya musholla di rumah-rumah yang terkadang digunakan untuk sholat keluarga, dengan teman dan terkadang untuk belajar, menyambut tamu atau untuk aktivitas lainnya. Ini berarti juga bahwa seorang wanita yang sedang haidh atau nifas diperbolehkan masuk dan menetap di tempat seperti ini dan tidak diperlukan adanya sholat tahiyat masjid di sini.</p> <p>Sedangkan masjid adalah tempat yang dikhususkan untuk sholat saja yang berarti disunnahkan bagi setiap orang yang memasukinya untuk melaksanakan sholat tahiyat masjid dan tidak boleh seorang wanita yang sedang haidh maupun nifas memasuki atau menetap di dalamnya. Termasuk dari masjid adalah bagian-bagian yang bersambung dengan ruangan masjid apabila memang bagian itu juga dipakai khusus untuk sholat.</p> <p>Adapun Masjid Jami’ adalah masjid yang tidak hanya dipakai untuk melaksanakan sholat-sholat fardhu’ namun ia juga dapat mengumpulkan masyarakat untuk melaksanakan sholat jum’at.</p> Wallahu A’lam<p><br /></p><p><b><br /></b></p> </div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8485659985880950418.post-7341564638073812702009-02-02T00:01:00.001-08:002009-02-02T00:04:14.434-08:00Cara Membagi Warisan Orangtua<div class="garis-bawah"> <span class="tanggal">Eramuslim.com Kamis, 29/01/2009 14:51 WIB</span> <p>Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh</p> <p>Saya hendak menanyakan masalah warisan orang tua saya dan saya ( anak ketiga ) menganggap ada permasalahan didalamnya yaitu :</p> <p>Orangtua saya ( H. Ab ) mempunyai putri sebanyak 4 ( empat ) orang dan Putra sebanyak 2 ( dua ) orang dan semua putri dan putranya sudah menikah dan masing-masing mempunyai anak sementara ibu saya atau istri Bapak saya sudah lama meninggal dan bapak saya ( H. Ab menikah lagi dengan H. Rh dan tidak mempunyai anak.) </p> <p>Bapak saya berteman baik dengan H. Al. dan H. Al mempunyai hutang ke bapak saya ( H. Ab ) dan tidak bisa membayarnya ke bapak saya. Sementara kakak pertama saya ( keluarga kakak saya ) mempunyai hutang ke H. Al dan kakak saya tidak bisa membayarnya. Perlu diketahui bahwa hutang H. Al ke Bapak saya lebih besar dari hutang kakak saya ke H. Al. Pihak H.Al akan mengambil rumah milik kakak pertama saya sehubungan dengan hutang kakak pertama saya ke H. Al. Pada saat itu orang tua saya dan kakak kedua serta adik pertama laki2 saya beserta keluarganya tinggal dirumah kakak pertama saya. Kakak kedua saya mendengar bahwa rumah kakak pertama saya hendak diambil oleh H. Al , maka kakak kedua dan saya memohon ke bapak saya agar memperhitungkan antara hutang H. Al ke Bapak saya dengan hutang kakak pertama saya ke H. Al mengingat jika rumah kakak pertama saya diambil oleh H. Al pihak keluarga saya ( bapak saya, kakak pertama dan kakak kedua saya serta adik pertama laki2 saya beserta keluarganya ) akan tinggal dimana?</p> <p>Pada awalnya bapak saya tidak menyetujuinya, dan selang beberapa hari mengatakan kepada istri keduanya ( H. Rh ) bahwa keluarga kakak pertama saya tidak akan bisa membayar hutangnya ke bapak saya jika hutang kakak pertama saya diperhitungkan dengan hutang H. Al ke Bapak saya dan terakhir bapak saya mengatakan ke istri keduanya ( H. Rh ) biar dibawa mati saja hutang keluarga kakak pertama saya ke bapak saya. Beberapa hari kemudian bapak saya memanggil kakak kedua saya agar pergi ke rumah H. Al untuk memperhitungkan hutang-hutang antara hutang H.Al ke bapak saya dan hutang keluarga kakak pertama saya ke H. Al dengan disaksikan oleh suami kakak pertama saya dan keluarga H. Al dari hasil perhitungan hutang pihak H. Al masih ada sisa hutang ke bapak saya dan bersedia membayarnya dengan cara berkala pada saat itu juga kakak kedua saya menelpon bapak saya bagaimana dengan bukti-bukti hutang ini apakah dibawa pulang ? dan bapak saya menjawab musnahkan saja bukti-bukti tersebut. Selang beberapa bulan hutang H. Al ke bapak saya pun lunas. Beberapa tahun kemudian bapak saya meninggal dunia, dan istri kedua bapak saya memilih tinggal dikampung halamannya dari sinilah mulai timbul masalah2 diantara keluarga kakak kedua dan keluarga adik pertama laki-laki saya dan yang akhirnya kakak kedua saya dan adik pertama laki2 saya keluar dari rumah kakak pertama saya dan mendiami rumah saya yang baru saja saya beli . Dan saya menanyakan ke kakak kedua saya kenapa keluar dari rumah kakak pertama saya bukannya itu rumah sekarang rumah warisan. ( ini baru perkiraan dari saya saja ). Dan kakak kedua saya mengatakan tidak mau ribut2 masalah warisan karena kakak pertama saya ( keluarga kakak pertama saya ) tidak mau mengakui bahwa hutang-hutang nya telah diperhitungkan dengan hutang-hutang H. Al ke bapak saya melainkan hutang-hutang tersebut adalah hutang bapak saya.</p> <p>Saya sendiri ingin mengetahui dengan jelas mengenai hutang2 tersebut dan saya bersama dengan salah satu putri dari kakak pertama saya yang telah berusia 30 th pergi ke rumah H. Al untuk menanyakan masalah hutang tersebut. Dan H. Al pun menjelaskan ke saya dan ke putri kakak pertama saya bahwa hutang2-hutang tersebut adalah hutang keluarga kakak pertama saya dan H. Al pun menjelaskan pula bahwa dengan diperhitungkannya hutang-hutang H. Al ke bapak saya dengan hutang keluarga kakak pertama saya ke H. Al , pihak H.Al masih ada sisa hutang ke bapak saya dan dibayar secara berkala dan sebelum bapak saya meninggal hutang H. Al ke bapak saya telah lunas Maka jelaslah semua persoalan hutang-hutang tersebut adalah hutang-hutang keluarga kakak pertama saya. Dan beberapa tahun kemudian H.Al Meninggal dunia.<br />Perlu disampaikan disini selang beberapa tahun adik pertama laki2 saya meninggal dunia dan meninggalkan satu istri, dua putri dan satu putra.</p> <p>Dalam uraian diatas yang ingin saya tanyakan apakah rumah kakak pertama saya adalah rumah warisan, mohon dijelaskan sesuai dengan ajaran agama Islam berikut haditsnya dan bagaimana cara pembagiannya serta cara untuk memberitahukan ke kakak pertama saya apabila rumah tersebut termasuk rumah warisan Dari berita terakhir yang saya terima bahws kakak pertama saya berniat menjual rumah tersebut dan akan membagikannya kepada putra-putrinya ( dua putra dan dua putri ).</p> <p>Dan untuk istri kedua bapak saya, bapak saya sebelum meninggal sudah merenovasi satu buah rumah ibu kedua saya dikampung halamannya.<br /><br />wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh<br />YANI</p> <p><b> Mohon dijawab melalui email dan saya sangat mengharapkan jawabannya.<br /></b></p><p>-------------------------------------------------------------------------------------------</p><h3 style="border-bottom: 1px solid rgb(204, 204, 204);">Jawaban</h3> <p>Waalaikumussalam Wr Wb</p> <p>Saudara Yani yang dimuliakan Allah swt.. Memang permasalahan utang piutang adalah permasalahan yang sangat sensitif dan banyak membawa efek terhadap orang-orang yang berkaitan dengannya manakala sudah tidak ada amanah dan saling mempercayai diantara mereka. Karena Allah swt memerintahkan untuk menuliskan dan menghadirkan saksi sebagai bukti terjadinya utang piutang tersebut, firman-Nya :</p> <p class="ArabCenter">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ</p> <p><br />Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al Baqoroh : 282)</p> <p>Harta warisan ayah anda adalah harta yang ditinggalkannya setelah beliau meninggal dunia setelah dikurangi biaya penyelenggaraan jenazah, semua utangnya, wasiatnya—jika ada—setelah dilunasi semua utangnya. Setelah itu semua maka sisa hartanya bisa dibagikan kepada semua ahli warisnya yang masih hidup.</p> <p>Dari pemaparan anda dijelaskan bahwa rumah tersebut adalah milik kakak pertama anda yang kemudian berhutang kepada ayah anda. Namun ada satu hal yang belum dijelaskan secara eksplisit tentang maksud kalimat,”dan terakhir bapak saya mengatakan ke istri keduanya (H. Rh) biar dibawa mati saja hutang keluarga kakak pertama saya ke bapak saya.” ? apakah ayah anda sudah merelakan hutang tersebut terhadapnya atau sebaliknya sehingga kakak pertama anda tetap harus melunasinya.</p> <p>Terkait apakah rumah itu menjadi harta warisan ayah anda atau tidak maka :</p> <p>1. Apabila ada bukti atau saksi bahwa ayah anda merelakan utang kakak pertama anda kepadanya maka utang tersebut tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap rumahnya. Sehingga rumah itu tetap menjadi miliknya dan ia bebas memperlakukan apa saja terhadap kepemilikannya itu termasuk menjual dan membagi-bagikannya kepada putra-putrinya. Firman Allah swt :</p> <p class="ArabCenter">وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ</p> <p><br />Artinya : “dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqoroh : 280)</p> <p>2. Apabila ada bukti atau saksi bahwa ayah anda belum merelakan utangnya tersebut maka kakak pertama anda berkewajiban melunasinya kepada para ahli warisnya. Dan jumlah utang tersebut bisa dimasukkan kedalam harta waris ayah anda. Untuk itu anda dan saudara-saudara anda yang lain memiliki hak apakah akan menuntut pelunasannya atau merelakannya. Dan rumah itu belum tentu menjadi harta waris dari ayah anda tergantung dari cara kakak pertama anda melunasi utangnya itu. Dalilnya surat Al Baqoroh : 280 diatas.</p> <p>Namun apabila tidak ditemukan bukti-bukti atau saksi-saksi, apakah ayah anda merelakannya atau sebaliknya sementara yang ada hanya perkataannya kepada istri keduanya itu saja maka permasalahan berdiri diatas sesuatu yang diyakini dan tidak diatas sesuatu yang diragukan, sebagaimana kaidah bahwa “Suatu keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan sesuatu yang masih diragukan”</p> <p>Sesuatu yang disepakati bersama adalah bahwa kakak pertama anda telah berhutang kepada ayah anda sedangkan apakah uang tersebut direlakan oleh ayah anda kepada kakak pertama anda ataukah masih harus dilunasi olehnya masih menjadi sesuatu yang diragukan ?</p> <p>Dengan berpegang pada kaidah diatas maka kakak pertama anda tetap dianggap berhutang dan berkewajiban untuk melunasinya kepada para ahli warisnya. Dan jika kakak pertama anda mangkir atau tidak mengakui bahwa dirinya telah berhutang dan bersikukuh untuk tidak melunasinya maka urusan ini dikembalikan kepada Allah swt terkait ketidakjujuran dan kezhalimannya.</p> <p>Hal yang demikian dikarenakan tidak adanya bukti-bukti maupun saksi yang bisa digunakan oleh anda untuk menuntut pembayarannnya melalui pengadilan.<br />Adapun jika ayah anda memiliki harta warisan, termasuk utang yang dibayarkan kakak pertama anda maka pembagiannya adalah :</p> <p>1. Istri kedua ayah anda (H. Rh) mendapat 1/8<br />2. Sisanya dibagikan kepada 2 anak laki-lakinya dan 4 anak perempuannya. Adik pertama laki-laki anda berhak atas warisan dikarenakan ia meninggal setelah ayah anda meninggal. Dan dikarenakan pada saat pembagian warisan dia sudah tidak ada maka bagiannya diserahkan kepada ahli warisnya yaitu 1 isteri, 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Dengan bagian anak perempuan setengah dari bagian anak laki-laki.</p> <p>Didapat asal masalah dari mayit pertama (ayah anda) adalah 8 yang kemudian dikalikan dengan jumlah bagian dari 2 anak laki-laki dan 4 anak perempuan yaitu 8 sehingga 8 X 8 = 64. Pada asal masalah pertama ini bagian istri keduanya adalah 8/64, 2 anak laki-lakinya masing-masing adalah 14/64, sedangkan 4 anak perempuannya masing-masing adalah 7/64.</p> <p>Kemudian 1 orang anak laki-lakinya meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris 1 isteri, 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Asal masalah dari mayit kedua (anak laki-lakinya) adalah 32. Dari asal masalah anak laki-laki yang meninggal didapat bagian isterinya (adik ipar anda) adalah 4, 1 anak laki-lakinya (keponakan laki-laki anda) adalah 14 dan 2 anak perempuan (keponakan perempuan anda) masing-masing 7.</p> <p>Asal masalah keseluruhan adalah perkalian antara asal masalah dari mayat pertama dengan faktor dari 64 dan 32 yaitu 16 maka didapat 64 X 16 = 1.024. Setelah itu bagian anak laki-laki yang meninggal 224 dibagi dengan asal masalah yang kedua 32 didapat hasil 7. Angka 7 ini dikalikan dengan bagian dari seluruh ahli waris mayat kedua (anak laki-laki) sehingga didapat bagian akhir dari seluruh ahli waris adik laki-laki anda.</p> <p>Dengan demikian bagian yang diterima masing-masing ahli waris adalah :<br />1. H. Rh mendapat bagian 128/1.024dari harta warisan<br />2. 1 orang anak laki-laki si mayit yang masih hidup mendapat 224/1.024.<br />3. 4 anak perempuannya (termasuk anda) masing-masing mendapat bagian 112/1.024<br />4. 1 adik ipar anda mendapat bagian 28/1.024<br />5. 1 keponakan laki-laki anda mendapat bagian 98/1.024<br />6. 2 keponakan perempuan anda masing-masing mendapat bagian 49/1.024.</p> <p>Didalam menyelesaikan permasalahan yang sangat sensitif ini hendaklah anda selesaikan dengan asas kekeluargaan dan saling mengingatkan untuk saling menjauhkan diri dari prilaku zhalim dan dari memakan harta yang bukan menjadi haknya, firman Allah swt :<br /></p> <p class="ArabCenter">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا</p> <p><br />Artyinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisaa : 29)</p> <p>Wallahu A’lam</p><p><b><br /></b></p> </div>Azamhttp://www.blogger.com/profile/08839229532128370953noreply@blogger.com0